Sabtu, 25/10/2025 17:41 WIB

Kisah Unik Dosen di Maluku Lawan Stunting dengan Daun Kelor

Ketika ancaman stunting menghantui masa depan anak-anak di sana, Inta tidak menyerah. Dia tidak datang membawa obat mahal, melainkan sepucuk daun kelor.

Dosen Unpatti, Inta P. N. Damanik, menunjukkan makanan sehat berbahan daun kelor kepada Mendiktisaintek Brian Yuliarto (Foto: Ist)

Maluku, Jurnas.com - Rekah senyuman anak-anak di Desa Passo, Maluku, kini membawa harapan yang lebih dalam. Asa mereka kini terbebas dari bayang-bayang stunting yang sempat menghantui.

Di desa ini, pencegahan malnutrisi bukan sekadar program pemerintah, melainkan gerakan hati yang dipimpin oleh tekad kolektif masyarakat di Maluku.

Adalah sosok seorang dosen sederhana yang membawa perubahan, bernama Inta P.N. Damanik, dari Program Studi Penyuluhan Pertanian Universitas Pattimura (Unpatti), Kota Ambon.

Ketika ancaman stunting menghantui masa depan anak-anak di sana, Inta tidak menyerah. Dia tidak datang membawa obat mahal, melainkan sebuah gagasan sederhana namun revolusioner, mengajak masyarakat menanam sayuran dan daun kelor (Moringa).

Melalui riset yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat, dan gizi berbasis kearifan lokal, Inta berhasil menggerakkan hati dan tangan para mama di Desa Passo, Maluku.

Kisahnya adalah bukti nyata bahwa solusi paling berdampak seringkali tumbuh dari tanah sendiri, mengubah lahan kosong menjadi kebun hidroponik bergizi, dan membuktikan bahwa daun kelor yang sederhana dapat menjadi senjata ampuh untuk menyelamatkan anak Maluku dari bahaya malnutrisi.

Inta memulai langkah awalnya untuk mengabdikan diri di Maluku melalui sebuah Surat Keputusan (SK) Ikatan Dinas CPNS dosen menempatkannya di Unpatti, Ambon.

"Saya enggak tahu di Ambon tuh di mana. Yang saya tahu, tuh yang paling jauh tuh Papua," kenang Inta.

Setelah puluhan tahun tinggal di tanah yang dia tidak ketahui sebelumnya, kini Inta menggunakan ilmunya untuk mengatasi permasalah stunting dengan sebuah solusi gizi yang berkelanjutan.

Pengabdian ini berlatar belakang dari keprihatinan mendalam saat survei stunting. Inta menemukan akar masalah yang memilukan yaitu kondisi ekonomi dan kesulitan alam.

"Saya melihat ada keluarga yang memang hanya memberikan mi instan hampir seminggu itu tiga kali sehari. Dalam kondisi anaknya waktu itu menderita stunting," ujar dia.

Masyarakat kesulitan mendapatkan sayur karena lahan mereka berbatu-batu dan banyak karang. Inta melihat tantangan ini sebagai sebuah kesempatan untuk mengabdikan dirinya kepada masyarakat melalui pengetahuan yang dia miliki.

Melalui dukungan dana hibah yang didapatkan dari program pengabdian yang diinisiasi oleh Basis Informasi Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (BIMA) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek), dia memilih Hidroponik Sistem Rakit Apung sebagai salah satu solusi yang tepat guna karena hemat air, tidak butuh tanah subur, dan aman jika listrik mati.

Usahanya berbuah manis, sebanyak 400 instalasi lubang tanam telah berproduksi selama satu tahun sejak dimulai pada 2024, dan memberikan penghasilan bulanan dan akses pangan non-pestisida bagi kelompok masyarakat.

Fokus utama pengabdian Inta adalah perubahan aspek perilaku, yang mencakup perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan masyarakat agar gemar makan sayur segar.

Keberhasilan produksi di kebun hidroponik berlanjut ke inovasi di dapur. Melalui program lanjutan di tahun 2025, sayuran tersebut diolah menjadi produk turunan.

Nuget sayur merupakan produk yang paling digemari anak-anak. Produk lain yang dihasilkan adalah smoothie sawi-kelor dan mie sawi-kelor. Inovasi ini memberikan optimisme bahwa kekurangan gizi pada anak-anak di Passo dapat teratasi.

KEYWORD :

Mengatasi Stunting Daun Kelor Makanan Sehat Dosen Unpatti Inta P. N. Damanik




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :