Ilustrasi - ini salah amalan yang memberatkan di akhirat dalam beberapa riwayat Islam (Foto: Pexels/Thridman)
Jakarta, Jurnas.com - Dalam ajaran Islam, seluruh amal manusia akan diperhitungkan dan ditimbang pada hari kiamat untuk menentukan balasan yang layak, apakah menuju surga atau neraka. Allah SWT menegaskan hal ini dalam firman-Nya pada Surah Al-A’raf ayat 8–9:
وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ ۚ فَمَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَـٰئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنفُسَهُم بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ
“Timbangan pada hari itu adalah kebenaran. Maka barang siapa berat timbangan (kebaikannya), maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri karena mereka berbuat zalim terhadap ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raf: 8–9)
Ini Penghuni Neraka yang Paling Ringan Azabnya
Ayat tersebut menunjukkan bahwa amal perbuatan manusia akan dinilai berdasarkan keikhlasan dan kebenaran niatnya. Amal yang dilakukan semata karena Allah SWT akan menjadi pemberat timbangan kebaikan di hari pembalasan.
Salah satu amalan yang paling memberatkan timbangan adalah akhlak yang baik. Rasulullah SAW bersabda:
Kejujuran dalam Jual Beli Bawa Keberkahan
مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِي الْمِيزَانِ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi)
Akhlak mulia meliputi sifat sabar, jujur, rendah hati, serta kelembutan dalam berbicara dan berperilaku. Akhlak yang baik bukan sekadar hubungan sosial, melainkan bukti nyata dari keimanan seseorang.
Rasulullah SAW juga bersabda:
إِنَّ أَكْمَلَ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
“Sesungguhnya orang yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Tirmidzi)
Selain akhlak, dzikir kepada Allah juga merupakan amalan ringan di lisan namun besar nilainya di sisi-Nya. Dalam hadis sahih riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda:
كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمٰنِ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ
“Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat di timbangan dan dicintai oleh Ar-Rahman: ‘Subhanallah wa bihamdih, Subhanallahil ‘azhim.’” (HR. Muslim)
Dzikir dan doa yang dilandasi keikhlasan dapat menjadi penghapus dosa dan penambah pahala. Kalimat yang sederhana seperti Subhanallah atau Astaghfirullah memiliki bobot besar di sisi Allah jika diucapkan dengan hati yang tulus.
Namun, dari seluruh amalan, keikhlasan tetap menjadi faktor utama penentu diterimanya amal dan seberapa berat timbangan kebaikan seseorang. Amal yang dilakukan dengan niat riya atau untuk mencari pujian akan menjadi ringan, bahkan tidak bernilai sama sekali.
Karena itu, umat Islam diingatkan untuk selalu memperbaiki niat, menjaga keikhlasan, memperbanyak dzikir, dan meneladani akhlak Rasulullah SAW dalam setiap aspek kehidupan. Semua itu akan menjadi penolong dan pemberat timbangan kebaikan di hari kiamat nanti, hari di mana tidak ada lagi yang bisa menolong selain amal saleh dan rahmat Allah.
KEYWORD :Info Keislaman Timbangan Amal Hari Kiamat Surga dan Neraka Rasulullah SAW









