Sabtu, 25/10/2025 02:25 WIB

Sejak Kapan Air Minum Dikemas hingga Diperjualbelikan?

Sejarah Air Minum Dalam Kemasan, dari guci Romawi hingga botol Aqua

Ilustrasi Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK).

Jakarta, Jurnas.com - Inspeksi mendadak atau sidak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (Demul) alias KDM ke fasilitas pengolahan air mineral pabrik Aqua di Subang, yang dilakukannya baru-baru ini, menuai sorotan publik. 

Dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel pada Rabu (22/10/2025), KDM terlihat terkejut saat mendengar penjelasan bahwa air Aqua berasal dari sumur bor dalam, bukan dari mata air pegunungan seperti yang banyak diyakini publik.

Perwakilan perusahaan menyebut sumber air utama berada di kedalaman sekitar 132 meter, dan pengelolaannya telah mengantongi izin provinsi. Menurut mereka, air bawah tanah justru memiliki kualitas paling murni karena terlindungi dari kontaminasi permukaan.

Temuan itu memicu perdebatan di publik tentang keaslian “air pegunungan” hingga bagaimana industri air minum kemasan (AMDK) sebenarnya bekerja. Namun, tulisan ini tidak fokus pada sidak KDM ke pabrik Aqua di Subang yang ramai diperbincangkan.

Tulisan ini hendak menyoroti kembali tentang sejarah air minum kemasan bermula hingga diperjualbelikan. Menurut berbagai sumber, praktik menjual air bukanlah hal baru. Lantas, sejak kapan air minum mulai dikemas dan diperjualbelikan?

Air minum dalam kemasan atau AMDK kerap dianggap produk modern, padahal sejarahnya sudah panjang. Jauh sebelum munculnya merek-merek AMDK besar seperti Aqua, manusia sudah mengenal praktik mengangkut air bersih dari sumbernya dalam wadah tertentu.

Dikutip dari berbagai sumber, praktik mengangkut air bersih dari sumbernya dalam wadah tertentu tercatat sudah dilakukan sejak Kekaisaran Romawi, ketika air dari mata air mineral dipercaya memiliki khasiat penyembuhan.

Karena kaca terlalu mahal, orang Romawi menggunakan guci tembikar untuk membawa dan menjual air tersebut. Dikutip dari RRI, setelah kejatuhan Romawi, tradisi itu sempat menghilang selama berabad-abad.

Memasuki abad ke-5, air dari sumur suci di Eropa dan Timur Tengah mulai dikemas kembali. Setiap sumur memiliki wadah keramik dan segel khas agar keasliannya terjaga. Air yang dianggap suci itu dibawa pulang para peziarah sebagai simbol keyakinan akan manfaat penyembuhannya.

Pada abad ke-15, ketika air di kota-kota Eropa mulai tercemar, muncul kebiasaan baru mengonsumsi air mineral dari kawasan spa. Karena tak semua orang mampu datang langsung ke lokasi, air dari spa dikemas dalam botol kaca dan dijual di berbagai kota.

Kota Rogaška Slatina di Slovenia kemudian dianggap sebagai tempat kelahiran industri air kemasan modern. Pabrik kaca di kota itu memproduksi puluhan ribu botol air mineral setiap tahun pada akhir abad ke-18, memadukan sumber air alami dengan teknologi pengemasan massal.

Di Amerika, Jackson’s Spa di Boston menjadi salah satu penjual air kemasan pertama pada 1767. Tokoh-tokoh seperti Thomas Jefferson dan George Washington diketahui mengonsumsi air mineral Saratoga Springs yang populer karena dianggap menyehatkan.

Tradisi serupa sampai ke Hindia Belanda pada awal abad ke-20. Dikutip dari Historia, perintis air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia dimulai oleh seorang pria berasal dari Belanda bernama Hendrik Freerk Tillema.

Pria kelahiran 1870 ini memperkenalkan Hygeia di Semarang sekitar 1910-an, menggunakan air dari pegunungan di Jawa Timur. Namun harga yang tinggi membuat air kemasan itu hanya bisa dinikmati kalangan Eropa.

Lebih dari setengah abad kemudian, pada 1973, Tirto Utomo mendirikan PT Golden Mississippi dan meluncurkan Aqua sebagai air minum kemasan pertama di Indonesia. Ide itu muncul setelah ia menyaksikan tamu asing jatuh sakit akibat meminum air keran di Jakarta.

Tirto ingin menyediakan air yang benar-benar bersih tanpa warna, rasa, atau bahan tambahan. Produk pertama Aqua dirilis pada 1974 dalam botol kaca setelah melalui proses penyinaran ultraviolet dan ozonisasi.

Meski berstandar tinggi, produk itu sempat tidak laku karena masyarakat belum terbiasa membeli air dalam botol. Bagi banyak orang, menjual air terdengar aneh, bahkan dianggap tidak masuk akal.

Namun situasi berubah ketika Aqua beralih ke botol plastik pada akhir 1970-an. Botol yang ringan dan murah itu membuat produk lebih mudah dijangkau masyarakat dan memperluas pasar hingga ke luar kota.

Tirto juga memperkenalkan kemasan galon dan dispenser yang kemudian menjadi bagian dari kebiasaan rumah tangga modern. Sejak saat itu, air minum kemasan bukan lagi barang mewah, melainkan dianggap sebagai kebutuhan sehari-hari.

Kini, ketika air minum dalam kemasan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, sidak Dedi Mulyadi di anataranya mengingatkan kembali bahwa air bukan sekadar komoditas. Di balik setiap air dalam kemasan, tersimpan sejarah panjang upaya manusia menjaga kebersihan, kesehatan, hingga kepercayaan terhadap sumber kehidupan itu sendiri.

Sejarah panjang air kemasan, juga menjadi pengingat bahwa air adalah sumber daya yang tak bisa dilepaskan dari tanggung jawab sosial hingga lingkungan. (*)

 

 

 

KEYWORD :

Sejarah air minum kemasan Asal usul Aqua Air minum dalam kemasan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :