Rabu, 22/10/2025 10:12 WIB

Festival Budaya Loloan, Mesin Waktu Muslim Bali Tempo Dulu

Festival Budaya Loloan atau populer dikenal `Loloan Jaman Lame` memasuki tahun keenam, saat berlangsung di Kelurahan Loloan Timur, Jembrana, Bali

Salah satu stand di Festival Budaya Loloan menampilkan sekelompok perempuan paruh baya yang menggunakan lulur tradisional atau boreh (Foto: Ist/Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Penyelenggaraan Festival Budaya Loloan atau populer dikenal `Loloan Jaman Lame` memasuki tahun keenam, saat berlangsung di Kelurahan Loloan Timur, Jembrana, Bali selama tiga hari pada 17-19 Oktober 2025.

Minggu (19/10) malam menjadi puncak acara Festival Budaya Loloan, yang diawali dengan Burdah Loloan Barat. Ritual ini merupakan simbol panggilan kepada masyarakat bahwa ada suatu acara besar akan dimulai.

Acara berlanjut dengan tari penaburan beras kuning (Tari Ambur Salim) sebagai tarian selamat datang bagi seluruh pengunjung yang mulai memadati panggung utama, di Jalan Gunung Agung, Loloan Timur.

Bupati Jembrana, I Made Kembang Hartawan, dalam sambutannya mengapresiasi kegiatan ini sebagai salah satu wujud nyata pelestarian nilai-nilai budaya dan tradional masyarakat.

Menurut Bupati Kembang, festival ini juga menjadi ajang kebersamaan serta penguatan identitas budya khususnya budaya Loloan yang telah diturunkan oleh leluhur.

"Ini tidak hanya sekedar festival, ini adalah perjalanan sejarah, jati diri masyarakat Loloan. Yang saya tahu sudah hidup dan tumbuh ratusan tahun di Jembrana," kata Bupati Kembang.

Sepanjang venue kegiatan tersaji berbagai macam pertunjukan khas mulai dari penganten lame, dapur kuno, orkes Melayu, tradisi metangas, Wida`, pencak silat, permainan tempo dulu, kuliner jaje kampung, ngotok, ngaji, pameran benda kuno, tenun, hingga bazar UMKM.

Ketua Panitia Festival Budaya Loloan, Rivan Hidayat, menyampaikan kegiatan keenam ini mengambil tema `Merajut Tenun Kebangsaan` memiliki makna untuk menjaga keharmonisan dalam kehidupan.

"Tema besar ini kami usung sebagai pengingat bahwa Loloan tidak hanya sekedar kaya akan sasana budaya, lebih jauh budaya dan tradisi itu menuntut kita untuk hidup harmonis dalam keberagaman," kata Rivan.

Rivan mengatakan salah satu bentuk keharmonisan yang ada di Loloan tergambar dalam tradisi `Ambur Salim` yakni tradisi menghamburkan beras kuning dan uang logam lalu diperebutkan oleh masyarakat.

"Ambur Salim berasal dari dua suku kata, yaitu Ambur yang dari bahasa sansekerta yang artinya menebarkan dan Salim dari bahasa arab yang artinya keselamatan. Sehingga Ambur Salim berarti menebar atau berbagi keselamatan. Saya percaya bahwa ajaran prinsip ini dianut oleh setiap agama," dia menjelaskan.

Adapun dukungan penuh dari Pemerintah Kabupaten Jembrana, lanjut Rivan, menjadi salah satu faktor penting dalam suksesnya penyelenggaraan Festival Budaya Loloan yang ditutup dengan kegiatan Loloan Jaman Lame.

"Saya ucapkan terima kasih kepada pemerintah kabupaten Jembrana yang mendukung penuh acara ini melalui anggaran biaya sebesar Rp150 juta," kata dia.

KEYWORD :

Festival Budaya Loloan Loloan Jaman Lame Budaya Muslim Bali




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :