
Ilustrasi osteoporosis (Foto: Darya Varia)
Jakarta, Jurnas.com - Setiap tahun, Hari Osteoporosis Sedunia (World Osteoporosis Day) diperingati pada 20 Oktober sebagai momentum global untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan tulang. Di balik peringatan tahunan ini, tersembunyi krisis kesehatan tulang yang rapuh bisa mengancam hidup kapan saja.
Osteoporosis adalah penyakit yang membuat tulang menjadi sangat lemah hingga bisa patah hanya karena batuk, bersin, atau terjatuh ringan. Rasa sakit berkepanjangan, disabilitas, dan bahkan kematian adalah risiko nyata dari kondisi ini, yang sering datang tanpa gejala awal.
Didirikan oleh International Osteoporosis Foundation (IOF), Hari Osteoporosis Sedunia menjadi puncak kampanye edukasi tahunan tentang bahaya penyakit ini. IOF terbentuk dari penggabungan dua organisasi besar di Eropa yang sejak akhir 1980-an berfokus pada pencegahan penyakit tulang.
Peringatan pertama berlangsung pada 20 Oktober 1996 di Britania Raya, dengan dukungan Komisi Eropa. Namun, baru pada 1998, IOF resmi berdiri sebagai kekuatan global dalam kampanye kesadaran kesehatan tulang, berkat penyatuan European Foundation for Osteoporosis (EFFO) dan International Federation of Societies on Skeletal Diseases (IFSSD).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ikut memberikan dukungan di akhir 1990-an, dan sejak itu Hari Osteoporosis Sedunia terus berkembang sebagai agenda penting dalam kalender kesehatan global. Salah satu kegiatan utama adalah pemeriksaan kepadatan tulang (Bone Mineral Density/BMD), yang membantu deteksi dini sebelum patah tulang terjadi.
Sayangnya, meski teknologi dan pengobatan tersedia, krisis dalam penanganan osteoporosis masih berlangsung. Kampanye tahun ini mengusung tema “It’s Unacceptable!”, yang menyoroti kelalaian sistem kesehatan terhadap penderita osteoporosis.
Dikutip dari laman Worldosteporosisday, lebih dari 500 juta orang di dunia menderita osteoporosis, namun hingga 80% dari pasien yang mengalami patah tulang tak pernah menerima diagnosis atau pengobatan lanjutan. Akibatnya, mereka hidup dalam risiko patah tulang berikutnya, nyeri kronis, penurunan kualitas hidup, bahkan kematian dini.
Situasi ini bukan hanya merugikan pasien, tetapi juga membebani keluarga, sistem kesehatan, dan ekonomi negara. Padahal, program seperti Fracture Liaison Services (FLS) terbukti efektif menutup kesenjangan dalam perawatan, namun belum dijalankan secara merata.
Kampanye global ini menyerukan aksi nyata kepada publik, profesional medis, dan pembuat kebijakan untuk mengakhiri pengabaian terhadap kesehatan tulang. Osteoporosis bukan penyakit tak terlihat yang boleh diabaikan; ia nyata, dapat dicegah, dan harus menjadi prioritas di seluruh tahap kehidupan.
Hari Osteoporosis Sedunia adalah pengingat keras bahwa menjaga tulang bukan tugas usia lanjut saja. Pencegahan dimulai sejak muda, dengan gizi cukup, aktivitas fisik, dan deteksi dini yang bisa menyelamatkan masa depan tulang manusia. (*)
Hari Osteoporosis Sedunia 20 Oktober Kesehatan Tulang