
Ilustrasi guru sedang mengajar (Foto: Kemensos)
Jakarta, Jurnas.com - Waktu yang dihabiskan anak di sekolah membentuk lebih dari sekadar nilai rapor, melainkan membentuk kebiasaan seumur hidup. Penelitian terbaru menunjukkan betapa pentingnya lingkungan sekolah dalam mendukung gaya hidup sehat.
Riset dari University of Georgia menunjukkan bahwa siswa yang merasa aman, didukung, dan diterima dalam komunitas sekolah cenderung lebih aktif secara fisik, berpikir lebih jernih, dan merasa lebih kuat. Temuan ini memperkuat hubungan antara iklim sekolah yang positif dengan kesehatan siswa secara menyeluruh.
Menurut peneliti utama Biplav Tiwari, tren aktivitas fisik di kalangan pelajar terus menurun, baik di Georgia maupun di tingkat global. Lingkungan sekolah yang mendukung, kata dia, mampu mendorong tidak hanya pencapaian akademis, tetapi juga pilihan hidup yang lebih sehat.
“Kami menemukan bahwa lingkungan sekolah yang positif tidak hanya mendukung ketekunan akademis, tetapi juga mendorong pengambilan keputusan gaya hidup sehat, seperti aktif secara fisik,” ujar Biplav, dikutip Earth, pada Sabtu (18/10).
Dalam studi ini, tim peneliti menganalisis data lima tahun dari Georgia Student Health Survey yang melibatkan lebih dari 685.000 siswa usia 11 hingga 17 tahun. Mereka mengukur persepsi siswa tentang rasa aman, dukungan dari guru dan teman sebaya, serta kondisi fisik sekolah.
Hasilnya menunjukkan bahwa siswa yang merasa didukung dan dilibatkan dalam lingkungan sekolah lebih aktif bergerak. Bahkan, peningkatan satu tingkat dalam rasa kebersamaan bisa meningkatkan kemungkinan mereka untuk rutin berolahraga hingga lima kali lipat.
Temuan ini juga mengungkap bahwa rasa memiliki terhadap sekolah mendorong siswa untuk lebih sering bergerak. Mereka yang merasa nyaman dan terhubung dengan lingkungan sekolah cenderung melakukan aktivitas fisik minimal empat hingga lima kali per minggu.
Namun, aktivitas fisik diketahui menurun tajam dari jenjang sekolah menengah pertama ke sekolah menengah atas. Anak laki-laki tetap lebih aktif, tetapi jumlah mereka juga menurun, sementara penurunan paling signifikan terjadi pada anak perempuan.
Di sisi lain, rendahnya persyaratan pendidikan jasmani di negara bagian Georgia ikut memperparah situasi. Hanya satu kredit pendidikan jasmani yang diwajibkan, dan bahkan bisa diambil secara daring, sehingga mengurangi peluang siswa untuk aktif bergerak.
Kondisi ini tidak hanya terjadi secara lokal, tetapi juga mencerminkan tren global. Secara umum, anak perempuan cenderung kurang aktif dibanding laki-laki, dan kesenjangan tersebut semakin melebar seiring bertambahnya usia.
Minimnya aktivitas fisik berisiko menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti obesitas, penyakit jantung, hingga gangguan kesehatan mental. Kebiasaan tidak aktif selama masa sekolah juga dapat terbawa hingga masa dewasa.
Namun, penelitian ini menggarisbawahi bahwa sekolah memiliki peran penting dalam membentuk motivasi siswa untuk tetap aktif. Ketika siswa merasakan dukungan dari guru, teman sebaya, dan lingkungan yang bersih serta aman, mereka lebih terdorong untuk bergerak.
Model Youth Physical Activity Promotion yang dijadikan acuan studi ini menekankan pentingnya dorongan sosial dalam membentuk perilaku aktif. Guru dan teman sebaya menjadi faktor kunci dalam memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas fisik.
Menurut Janani Rajbhandari dari UGA College of Public Health, masa remaja merupakan periode krusial untuk membentuk kebiasaan sehat jangka panjang. Kebiasaan yang dibangun pada usia ini akan berdampak pada kesehatan di masa depan.
Lebih dari itu, iklim sekolah yang positif juga berkontribusi pada peningkatan fokus belajar dan menurunnya perilaku bermasalah. Siswa yang sehat secara fisik cenderung memiliki kesehatan mental yang lebih baik dan performa akademik yang lebih tinggi.
Rajbhandari menambahkan bahwa untuk membantu siswa mencapai potensi akademis mereka, diperlukan dukungan sosial dan hubungan positif dengan orang dewasa di sekolah. Ketika siswa merasa didengarkan dan dihargai, mereka lebih terbuka dan terlibat.
Temuan ini memperkuat pentingnya menjadikan iklim sekolah sebagai bagian dari prioritas kesehatan masyarakat. Dengan mendorong pendidikan jasmani yang inklusif, menjaga kebersihan fasilitas, dan menciptakan relasi yang sehat, sekolah bisa menjadi sarana efektif untuk membentuk generasi yang lebih sehat.
Tiwari menegaskan bahwa investasi pada remaja harus terus dilakukan karena sekolah merupakan salah satu jalur utama untuk intervensi gaya hidup sehat. Pendekatan holistik terhadap lingkungan sekolah dapat menjadi kunci untuk meningkatkan kesehatan siswa dalam jangka panjang.
Riset ini juga sejalan dengan pedoman dari Organisasi Kesehatan Dunia yang merekomendasikan remaja melakukan aktivitas fisik minimal 60 menit per hari. Namun, kenyataannya sebagian besar siswa masih belum mencapai target tersebut.
Studi ini mengingatkan bahwa sekolah bukan hanya tempat menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga wadah membentuk kebiasaan, nilai, dan hubungan sosial. Ketika siswa merasa aman dan diterima, mereka tidak hanya lebih bahagia, tetapi juga lebih sehat. (*)
Studi ini diterbitkan di jurnal Frontiers in Public Health. Sumber: Earth
KEYWORD :Lingkungan sekolah Lingkungan Aman Keaktifan Siswa Kesehatan Siswa