
Diskusi tentang Evaluasi Ekonomi Syariah di 1 Tahun Pemerintahan Prabowo, Rabu (15/10/2025). Foto: tangkapan layar
JAKARTA, Jurnas.com - Fondasi kebijakan ekonomi syariah dalam tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo dinilai telah kuat secara konseptual. Namun, implementasi di lapangan masih menghadapi tantangan signifikan.
Hal ini disampaikan Dr. Handi Risza Idris, S.E., M.Ec.- Wakil Rektor Paramadina, Peneliti CSED INDEF dalam diskusi “Evaluasi Ekonomi Syariah di 1 Tahun Pemerintahan Prabowo”, Rabu (15/10/2025).
“Hal itu tercermin dari integrasinya dalam RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029, serta pembentukan dua lembaga strategis: Kementerian Haji dan Umrah serta BPJPH yang kini bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Namun, implementasi di lapangan masih menghadapi tantangan signifikan,” ujar Handi melalui keterangannya, Kamis (16/10/2025).
8 Sayuran Berprotein, Pilihan Tepat untuk Diet
Menurutnya program prioritas nasional seperti Makanan Bergizi Gratis (MBG) dengan anggaran Rp 335 triliun dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) belum secara eksplisit mengadopsi skema dan sertifikasi halal, yang seharusnya menjadi standar wajib untuk menjamin keamanan dan membangun rantai nilai halal yang terintegrasi.
Untuk Mengoptimalkan potensi industri halal global yang diperkirakan mencapai US$ 3,36 triliun pada 2028, diperlukan strategi industrialisasi yang lebih agresif.
Rekomendasi kunci mencakup: (1) Menetapkan industri halal sebagai program strategis nasional yang didukung oleh peta jalan (roadmap) terpadu; (2) Membangun ekosistem industri halal terintegrasi melalui pengembangan Kawasan Industri Halal (KIH); (3) Memastikan program nasional seperti MBG dan KDMP mengadopsi prinsip halal value chain secara penuh; serta (4) Mendorong percepatan regulasi payung (omnibus law) untuk ekonomi syariah guna menciptakan kepastian hukum dan menyelaraskan kebijakan lintas kementerian/lembaga, sehingga Indonesia dapat benar-benar menjadi pusat ekonomi syariah dunia.
Prof. Nur Hidayah, Ph.D – Kepala CSED INDEF mengevaluasi kinerja perbankan syariah pada tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo, yang telah diintegrasikan dalam RPJMN 2025-2029 dan Asta Cita II sebagai pilar utama pembangunan.
7 Bahan Alami yang Ampuh Atasi Batuk
“Secara makro, pertumbuhan pembiayaan syariah (8.13% YoY) melampaui konvensional, didorong oleh kebijakan strategis seperti penempatan dana pemerintah Rp200 triliun di Himbara, pendirian Bank Syariah Nasional (BSN) sebagai second anchor, dan peluncuran Bullion Bank,” katanya.
Kebijakan likuiditas ini berhasil menurunkan cost of fund dan memperluas pembiayaan ke sektor produktif, meski berisiko evergreening dan perlu pengawasan syariah yang ketat. Namun, tantangan implementasi masih signifikan, terutama stagnasinya market share di 7.7%, transformasi KNEKS menjadi Badan Ekonomi Syariah yang belum terealisasi, dan lemahnya koordinasi kelembagaan.
Ia menyatakan bahwa untuk Tahun 2026, rekomendasi kunci mencakup percepatan pembentukan badan tunggal penggerak ekonomi syariah, transparansi penyaluran dana Rp200T, optimalisasi peran BSN untuk UMKM halal, serta inovasi produk ZISWAF (SRIA & CWLD) guna mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkualitas, bukan hanya kuantitas semata.
Prof. Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc – Peneliti CSED INDEF menekankan bahwa fondasi ekonomi syariah bertumpu pada kesejahteraan rumah tangga, di mana literasi keuangan syariah yang rendah (43,42%) dan kesenjangan digital menjadi hambatan inklusi utama. Tantangan krusial adalah fragmentasi kelembagaan dan koordinasi yang lemah antara KNEKS, BPJPH, dan kementerian/daerah, yang memicu tumpang tindih kebijakan dan implementasi tidak merata.
“Untuk mengakselerasi ekosistem halal yang berkontribusi Rp 9.827 triliun terhadap PDB, diperlukan tata kelola terpadu, integrasi data dalam National Halal Data Dashboard, serta sinergi pembiayaan yang tepat sasaran bagi UMKM dan keluarga untuk menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan,” pungkasnya.
KEYWORD :Ekonomi syariah Banyak tantangan Industri halal