
Ilustrasi - Setiap tanggal 15 Oktober, dunia memperingati Hari Perempuan Pedesaan Internasional (Foto: Pexels/Jimmy Caamal Poot)
Jakarta, Jurnas.com - Setiap tanggal 15 Oktober, dunia memperingati International Day of Rural Women, atau Hari Perempuan Pedesaan Internasional. Peringatan ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan pengakuan global terhadap peran penting perempuan pedesaan dalam membangun ketahanan pangan, pertanian berkelanjutan, dan ekonomi lokal yang tangguh.
Peringatan ini pertama kali diselenggarakan pada tahun 2008 setelah ditetapkan oleh Majelis Umum PBB pada 2007. Namun, gagasan dasarnya telah muncul sejak Konferensi Perempuan Dunia Keempat di Beijing pada 1995.
Dikutip dari laman Nationaldaycalender, saat itu, dunia mulai membuka mata bahwa perempuan di wilayah pedesaan bukan hanya pekerja keluarga, tetapi juga pelaku penting dalam pertanian, ketahanan pangan, dan ekonomi desa. Namun ironisnya, kontribusi mereka masih jarang tercermin dalam kebijakan dan pengambilan keputusan.
Karena itu, tanggal 15 Oktober dipilih bukan tanpa alasan. Ini berdekatan dengan Hari Pangan Sedunia, menggarisbawahi peran perempuan desa dalam menyediakan pangan bagi masyarakat.
Di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, perempuan pedesaan memainkan peran kunci di ladang, kebun, dapur, hingga pasar lokal. Mereka juga menjadi penjaga tradisi, pengetahuan lokal, serta penggerak keberlanjutan dalam kehidupan sehari-hari.
Meski demikian, data PBB menunjukkan bahwa perempuan pedesaan menghadapi banyak tantangan serius. Mereka kerap tidak memiliki akses yang layak terhadap pendidikan, layanan kesehatan, teknologi, serta kepemilikan lahan yang mereka kelola.
Padahal, menurut FAO, jika perempuan desa memiliki akses setara terhadap sumber daya dan teknologi, hasil pertanian global bisa meningkat hingga 30 persen. Hal ini bahkan dapat menurunkan angka kelaparan dunia sebanyak 17 persen.
Dengan kata lain, keberdayaan perempuan desa bukan hanya soal keadilan, tetapi juga solusi konkret bagi krisis global seperti kemiskinan dan perubahan iklim. Namun selama struktur sosial belum memberikan ruang setara, potensi itu tetap akan terhambat.
Di Indonesia, peran perempuan desa semakin relevan di tengah tantangan krisis iklim dan urbanisasi. Mereka aktif dalam kegiatan pertanian, koperasi, pengelolaan hasil bumi, hingga pendidikan anak di pelosok negeri.
Namun, pengakuan formal terhadap peran ini masih nampaknya masih minim. Ketimpangan kepemilikan lahan, keterbatasan akses terhadap pelatihan, hingga rendahnya partisipasi dalam lembaga desa adalah masalah nyata yang masih harus dihadapi.
Maka dari itu, Hari Perempuan Pedesaan Internasional hadir bukan sekadar ajang seremonial. Ini adalah pengingat bahwa pembangunan yang adil tidak akan terjadi jika suara perempuan desa masih dikecilkan.
Semua pihak didorong untuk menjadikan peringatan ini sebagai momentum aksi nyata. Memberi akses, membuka ruang, dan menciptakan sistem yang inklusif bagi perempuan desa. Apalagi di tengah tantangan global seperti krisis iklim, inflasi pangan, dan urbanisasi, peran perempuan desa justru semakin vital. (*)
KEYWORD :Hari Perempuan Pedesaan Internasional 15 Oktober Peran Perempuan Pedesaan