
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK.
Jakarta, Jurnas.com - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami soal percakapan email terkait pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) Tahun 2011-2021.
Pendalaman dilakukan dengan memeriksa saksi Moch Ardhy Windhy Saputra selaku eks Jr Analyst I Messaging and Collaboration di PT Pertamina pada Senin, 13 Oktober 2025.
"Saksi dikonfirmasi mengenai percakapan melalui email terkait dengan pengadaan LNG," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa, 14 Oktober 2025.
KPK sedianya memeriksa saksi atas nama Bambang Tugianto, Manager Risk Management Direktorat Gas PT Pertamina 2013-2015. Namun, ia tidak memenuhi panggilan KPK dan meminta penjadwalan ulang.
Sebelumnya, KPK menetapkan dan menahan dua orang tersangka dalam kasus korupsi ini. Mereka adalah Direktur Gas PT Pertamina (Persero), Hari Karyuliarto dan mantan Direktur Gas PT Pertamina tahun 2014-2018, Yenny Andayani.
Penetapan dan penahanan kedua tersangka ini merupakan pengembangan perkara yang menjerat Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014 Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.
Kasus ini bermula dari PT Pertamina melakukan pembelian LNG Import dari Corpus Christi Liquefaction (anak perusahaan dari Cheniere Energy Inc – Perusahan Amerika yang listing di bursa New York).
Pemberian LNG yang diimport dilakukan dengan penandatangan kontrak pembelian tahun 2013 dan 2014, yang selanjutnya kedua kontrak digabungkan menjadi satu kontrak di tahun 2015.
Adapun jangka waktu kontrak pembelian selama 20 tahun, delivery dimulai dari tahun 2019 sampai dengan 2039. Nilai kontraknyar kurang lebih USD 12 miliar (tergantung harga gas pada saat itu – tahun berjalan).
Tersangka Hari Karyuliarto dan Yenny Andayani diduga memberikan persetujuan pengadaan LNG Import tanpa adanya pedoman pengadaan, memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi dan analisa secara teknis dan ekonomi.
Selain itu, pembelian LNG itu tanpa adanya “back to back” kontrak di Indonesia atau dengan pihak lain sehingga LNG yang di-import tersebut tidak punya kepastian pembeli dan pemakainya.
Faktanya, LNG yang diimport tersebut tidak pernah masuk ke indonesia hingga saat ini. Harganya pun lebih mahal dari pada produk gas di Indonesia.
Tersangka Hari dan Yenny juga diduga dengan sengaja melakukan pembelian LNG Import tanpa persetujuan RUPS dan Komisaris, padahal diketahui pembelian LNG Import adalah kontrak Jangka Panjang selama 20 tahun dan bukan kegiatan operasional rutin dan dengan nilai kontrak materil.
Selain itu, penyidik KPK juga menemukan adanya dugaan pemalsuan dokumen persetujuan direksi, tidak ada pelaporan dokumen persetujuan direksi kepada komisaris yang merupakan kewajiban direksi sesuai dengan AD/ART PT Pertamina (persero).
Hak itu dilakukan tanpa melaporkan ke Komisaris baik rencana perjalanan dinas maupun perjalan dinas yang sudah selesai dari USA untuk penandatangan LNG SPA Train 2 Corpus Christi.
Atas perbuatan para tersangka itu, KPK menduga negara mengalami kerugian sebesar 113.839.186,60 dolar Amerika Serikat.
Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
KEYWORD :Korupsi LNG Pertamina KPK Periksa Saksi Proses Pengadaan LNG