
Ilustrasi sedang menjaga perasaan orang lain (Foto: Terasmuslim.com)
Jakarta, Jurnas.com - Dalam kehidupan sosial, menjaga perasaan orang lain sering dianggap sebagai bagian dari etika dasar. Tapi, bagaimana Islam memandang hal ini? Apakah menjaga perasaan orang lain sekadar anjuran moral, atau justru bagian dari ajaran agama? Ternyata, Islam punya pandangan yang jelas, dalam, dan relevan soal ini.
Islam bukan hanya agama yang menekankan ibadah ritual, tetapi juga menanamkan pentingnya kepekaan sosial. Menjaga perasaan orang lain adalah bagian dari nilai-nilai akhlak yang dijunjung tinggi dalam ajaran Islam.
Karena itu, Al-Qur’an secara eksplisit mengingatkan agar umat Islam berhati-hati dalam bersikap dan bertutur. Salah satu ayat yang menegaskan hal ini termuat dalam Surah Al-Hujurat ayat 11.
Dalam ayat tersebut, Allah ﷻ melarang umat Islam mengolok-olok, mencela, atau memanggil sesama dengan gelar yang merendahkan. Sebab, bisa jadi orang yang direndahkan itu lebih mulia di sisi Allah daripada yang merendahkan.
Larangan ini bukan sekadar imbauan etika, melainkan perintah langsung yang menunjukkan betapa seriusnya Islam dalam menjaga kehormatan dan harga diri manusia. Perasaan seseorang, dalam pandangan Islam, bukan sesuatu yang bisa diabaikan.
Hal ini juga tercermin dalam sosok Nabi Muhammad ﷺ yang dikenal sangat lembut dalam menyampaikan kebenaran. Beliau tidak pernah mempermalukan orang lain, bahkan ketika seseorang melakukan kesalahan di hadapan umum.
Rasulullah ﷺ justru menegur dengan penuh hikmah, menjaga martabat orang yang bersalah tanpa menyakiti hatinya. Sikap inilah yang membuat beliau dicintai dan disegani, bahkan oleh musuh-musuhnya.
Lebih jauh, hadis riwayat Bukhari menyebutkan bahwa seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, dan ia tidak akan menzhalimi atau membiarkannya dalam kesusahan. Persaudaraan dalam Islam bukan hanya soal identitas, tapi juga empati dalam tindakan nyata.
Karena itu, menjaga perasaan sesama bukanlah hal sepele, melainkan bagian dari ukhuwah yang mengikat umat Islam satu sama lain. Ukhuwah ini adalah cermin dari iman yang hidup dan menyala di dalam hati.
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Muslim, Nabi ﷺ bersabda bahwa iman seseorang belum sempurna sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Pernyataan ini menegaskan pentingnya empati sebagai fondasi keimanan.
Artinya, seorang Muslim yang benar-benar beriman akan berusaha menjaga ucapannya agar tidak melukai. Ia tahu bahwa luka di hati tidak selalu tampak, tapi bisa berdampak panjang.
Terlebih di era digital, di mana kata-kata tersebar cepat tanpa filter. Islam mengingatkan bahwa setiap ucapan akan dimintai pertanggungjawaban, bahkan jika hanya berupa komentar singkat di dunia maya.
Menjaga perasaan orang lain dalam Islam bukan kelembutan yang lemah, tapi kekuatan yang berakar pada akhlak dan iman. Sebab, tidak semua orang kuat menahan diri dari kata-kata tajam, tapi seorang Muslim sejati tahu kapan harus diam dan kapan harus berkata baik.
Itulah sebabnya Islam menempatkan akhlak dalam posisi yang tinggi, bahkan lebih tinggi dari sekadar ibadah formal. Rasulullah ﷺ pernah bersabda bahwa misi utama beliau diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Dengan demikian, menjaga perasaan sesama bukan hanya soal sopan santun, melainkan bagian dari menjalankan perintah agama. Sebuah bentuk ibadah yang tidak terlihat, tapi besar nilainya di sisi Allah ﷻ. (*)
Waalhu`alam
KEYWORD :Islam Akhlak Mulia Menjaga Perasaan Empati dalam Islam Adab Muslim