Senin, 13/10/2025 19:29 WIB

Sejarah di Balik Hari Kegagalan Internasional Tiap 13 Oktober

Setiap tanggal 13 Oktober, dunia memperingati International Day for Failure atau Hari Kegagalan Internasional, sebuah perayaan unik yang bertujuan mengubah cara kita memandang kegagalan.

Ilustrasi Sejarah di Balik Hari Kegagalan Internasional Tiap 13 Oktober (Foto: Doknet)

Jakarta, Jurnas.com - Setiap tanggal 13 Oktober, dunia memperingati International Day for Failure atau Hari Kegagalan Internasionalsebuah perayaan unik yang bertujuan mengubah cara kita memandang kegagalan. Alih-alih dianggap sebagai aib, kegagalan dirayakan sebagai bagian penting dari proses menuju kesuksesan.

Dikutip dari laman National Today, Hari Kegagalan Internasional pertama kali digagas pada tahun 2010 oleh sekelompok mahasiswa Universitas Aalto di Finlandia. Mereka tergerak oleh realita sosial yang cukup mengakar bahwa masyarakat Finlandia cenderung takut gagal dan enggan memulai sesuatu yang baru, khususnya dalam dunia kewirausahaan.

Ketakutan terhadap kegagalan dan stigma sosial yang menyertainya membuat banyak calon pengusaha di Finlandia memilih untuk tidak mengambil risiko. Hal ini dianggap menghambat pertumbuhan ekosistem startup di negara tersebut.

Berangkat dari kegelisahan tersebut, lahirlah gagasan untuk menjadikan satu hari khusus sebagai ajang merayakan kegagalan. Tujuannya bukan untuk mengagungkan kegagalan, tetapi untuk membiasakan masyarakat melihatnya sebagai proses alami menuju keberhasilan.

Sejak perayaan pertamanya, Hari Kegagalan mendapat perhatian yang luas di Finlandia. Dukungan datang dari tokoh-tokoh besar seperti Jorma Ollila dari Nokia dan Peter Vesterbacka, kreator Angry Birds.

Tak berhenti di Finlandia, perayaan ini kemudian meluas ke belasan negara lain. Hanya dalam waktu tiga tahun, inisiatif tersebut telah menjangkau sedikitnya 17 negara dan terus berkembang hingga kini.

Meski terdengar ironis, merayakan kegagalan justru memberi ruang bagi pertumbuhan dan inovasi. Semangat di balik peringatan ini adalah membangun keberanian untuk mencoba tanpa takut jatuh.

Di era media sosial, narasi kegagalan kerap tersembunyi di balik pencitraan kesuksesan. Hal ini memperkuat ilusi bahwa sukses datang tanpa proses panjang yang penuh tantangan.

Karena itu, Hari Kegagalan Internasional menjadi penting sebagai pengimbang. Ia mengajak masyarakat untuk lebih jujur dalam memaknai perjalanan menuju pencapaian.

Cerita para tokoh besar dunia pun menjadi bukti nyata bahwa kegagalan bukan akhir segalanya. Dari Steve Jobs hingga J.K. Rowling, hampir semua pernah mengalami kegagalan besar sebelum akhirnya berhasil.

Di sisi lain, Indonesia juga menghadapi tantangan serupa terkait cara memandang kegagalan. Budaya malu dan takut salah sering kali membuat individu enggan mengambil langkah pertama.

Namun tren mulai bergeser, terutama di kalangan startup dan komunitas kreatif yang lebih terbuka terhadap cerita kegagalan. Diskusi tentang kegagalan mulai dilihat sebagai proses pembelajaran, bukan sebagai kelemahan.

Dengan momentum peringatan ini, masyarakat didorong untuk tidak hanya merayakan kesuksesan, tapi juga menghargai proses jatuh bangun di baliknya. Kegagalan tak lagi dianggap musuh, melainkan guru yang membentuk karakter dan ketangguhan.

Sebagaimana semangat awal yang lahir dari Finlandia, peringatan ini menekankan pentingnya keberanian untuk mencoba. Sebab hanya dengan mencoba, seseorang bisa menemukan jalannya sendiri menuju keberhasilan.

Hari Kegagalan Internasional bukan ajakan untuk menyerah, melainkan seruan untuk bangkit. Karena dalam setiap kegagalan, selalu ada pelajaran yang bisa membawa kita lebih dekat ke tujuan. (*)

KEYWORD :

Hari Kegagalan Internasional 13 Oktober Sejarah




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :