
Ilustrasi santri (Foto: Pexels/Pok Rie)
Jakarta, Jurnas.com - Kata “santri” lekat dengan kehidupan pesantren dan tradisi keislaman di Indonesia. Tapi tahukah Anda bahwa istilah ini punya sejarah panjang dan beragam tafsir yang menarik untuk ditelusuri? Di balik sebutan sederhana itu, tersembunyi akar budaya, bahasa, dan peran penting dalam sejarah bangsa.
Kata “santri” bukan hanya sekadar sebutan bagi pelajar pesantren. Dikutip dari berbagai sumber, sebagian pakar meyakini bahwa kata ini berasal dari bahasa Tamil, yang berarti “guru”. Pendapat ini diungkap oleh Profesor Johns seperti dikutip oleh Prof. Dr. Zamakhsyari Dhafier dalam telaahnya terhadap perkembangan Islam di Asia Tenggara.
Namun, pendapat lain datang dari CC Berg yang menghubungkan kata santri dengan istilah “shastri” atau “cantrik” dalam bahasa Sanskerta. Dalam konteks ini, santri merujuk pada seseorang yang mendalami kitab suci atau mengikuti ajaran guru spiritual.
Meskipun pada mulanya lebih dekat dengan konteks Hindu-Buddha, istilah santri kemudian mengalami pergeseran makna. Ketika Islam berkembang di Nusantara, kata ini melekat pada para penuntut ilmu agama yang tinggal dan belajar di pesantren.
Perubahan makna itu bukan sekadar kebetulan linguistik, melainkan bagian dari akulturasi budaya. Santri lalu menjadi identitas yang khas dan hanya ditemukan dalam tradisi pendidikan Islam di Indonesia.
Dalam perspektif keislaman, santri setara dengan istilah "thalibul ilmi" dalam bahasa Arab, yang berarti penuntut ilmu. Sebagian juga menyamakannya dengan “salik”, yakni mereka yang menempuh jalan spiritual.
Kehadiran santri di pesantren tidak hanya dimaknai sebagai proses belajar formal. Lebih jauh, ia menjadi proses pembentukan karakter, spiritualitas, dan pengabdian.
Pandangan filosofis, mistis, dan atau sufistik tentang kata santri juga pernah disampaikan KH Hasyim dari Jepara dalam sebuah ceramah keagamaan. Dikutip dari laman Nahdlatul Ulama, ia menafsirkan kata santri sebagai akronim dari lima huruf Arab yang menggambarkan nilai-nilai luhur.
Menurutnya, huruf-huruf tersebut mencerminkan sifat santri sebagai penempuh jalan ibadah, penerus ulama, hamba yang bertaubat, pecinta kebaikan, dan sosok yang yakin terhadap rezeki dari Allah. Meski bukan penjelasan etimologis, tafsir ini menegaskan bahwa santri memiliki dimensi moral dan spiritual yang kuat.
Makna tersebut diperkuat dengan penggambaran santri sebagai pribadi yang menjunjung tinggi adab dan akhlak mulia. Dalam kehidupan sehari-hari, santri dituntut untuk menjadi teladan, baik itu dalam ibadah, belajar, maupun bersosialisasi.
Bahkan, seorang santri ideal harus mampu menunjukkan sikap toleransi yang santun terhadap perbedaan. Hal ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai pesantren sejalan dengan semangat Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Karena itu, tidak mengherankan bila santri tak hanya dikenal sebagai pelajar agama. Mereka juga diingat sebagai agen perubahan yang punya peran penting dalam sejarah perjuangan dan pembangunan bangsa.
Santri juga menjadi motor penggerak perlawanan terhadap penjajahan, khususnya dalam peristiwa bersejarah Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang melatarbelakangi lahirnya Hari Santri Nasional. (*)
KEYWORD :Santri asal usul kata santri arti santri sejarah santri etimologi santri