
Anggota Komisi VI DPR, Ahmad Labib. (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi VI DPR RI Ahmad Labib menilai penyerahan aset sitaan dari kasus dugaan korupsi tata niaga timah yang merugikan uang negara hingga Rp300 triliun merupakan langkah strategis dalam memperkuat transparansi dan akuntabilitas industri timah di Indonesia.
"Kasus ini seharusnya menjadi pelajaran besar bahwa tata niaga komoditas strategis seperti timah tidak boleh dikuasai oleh praktik ilegal dan koruptif. Penyerahan aset kepada PT Timah adalah bentuk koreksi sistemik agar seluruh rantai produksi dan distribusi kembali dalam pengawasan negara," kata Labib di Jakarta, Rabu (8/10).
Dia menilai kasus dugaan korupsi itu menjadi perhatian serius publik. Pemerintah melalui Kejaksaan Agung (Kejagung) baru-baru ini menyerahkan sejumlah aset rampasan negara senilai sekitar Rp6–7 triliun, termasuk enam smelter timah, ratusan alat berat, dan logam timah seberat 680 ton, kepada PT Timah Tbk (TINS).
Langkah tersebut disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, sebagai bagian dari upaya pemulihan tata kelola sektor pertimahan nasional.
Politikus Golkar itu menekankan pentingnya penguatan peran PT Timah sebagai BUMN strategis dalam menjaga stabilitas pasar timah nasional.
Menurut dia, dengan tambahan enam smelter hasil sitaan, PT Timah memiliki peluang untuk meningkatkan kapasitas produksi dan nilai ekspor, sekaligus mempercepat hilirisasi logam timah serta pengembangan tanah jarang (rare earth/monasit) yang bernilai ekonomi tinggi.
"Ini bukan sekadar soal aset, tetapi momentum untuk memperkuat kemandirian industri nasional. Hilirisasi timah dan pengolahan tanah jarang harus menjadi agenda jangka panjang yang tidak hanya meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga menciptakan lapangan kerja di daerah penghasil," katanya.
Menurut dia, pengawasan dan regulasi harga timah pascapenyerahan aset tersebut harus dilakukan secara ketat.
Selain itu, Labib mengatakan kebijakan kenaikan harga timah di tingkat produsen harus diimbangi dengan transparansi tata niaga agar tidak menimbulkan praktik spekulatif atau eksploitasi terhadap penambang kecil.
Di sisi lain, dia meminta PT Timah bertransformasi melalui penerapan sistem digital berbasis blockchain untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas rantai pasok tambang, sekaligus menutup celah korupsi.
Labib menilai, momentum penyerahan aset sitaan harus menjadi awal reformasi tata kelola sumber daya alam agar PT Timah tidak hanya menjadi produsen, tetapi juga pelopor pengelolaan SDA yang bersih, berkelanjutan, dan bernilai tambah bagi ekonomi nasional.
"Kenaikan harga timah bisa menjadi stimulus ekonomi jika diawasi dengan baik. Namun tanpa pengawasan, justru berisiko menimbulkan ketimpangan antara korporasi besar dan penambang rakyat. Pemerintah perlu memastikan harga yang adil dan distribusi nilai tambah yang merata," kata dia.
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto menyaksikan secara langsung Penyerahan Aset Barang Rampasan Negara (BRN) dari aktivitas tambang ilegal kepada PT Timah Tbk senilai Rp7 triliun.
Sekretariat Presiden menginformasikan bahwa barang rampasan tersebut berupa ratusan unit alat berat, uang tunai dari sejumlah negara, hingga fasilitas smelter yang digelar di Smelter PT Tinindo Internusa, Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
"Pagi hari ini saya ke Bangka Belitung. Tadi, bersama-sama kita menyaksikan penyerahan rampasan negara dari perusahaan-perusahaan swasta yang melaksanakan pelanggaran hukum," kata Presiden Prabowo dalam keterangannya kepada awak media usai acara.
KEYWORD :
Warta DPR Komisi VI Ahmad Labib aset tata niaga timah