
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira. (Foto: Dok. Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Komite Reformasi Polri yang dibentuk pemerintah harus menitikberatkan perlindungan hak asasi manusia (HAM), transparansi, dan akuntabilitas publik, sebagai poin-poin yang dievaluasi.
Hal itu sebagaimana diutarakan Wakil Komisi XIII DPR Andreas Hugo Pareira di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (7/10).
"Reformasi Polri bukan sekadar restrukturisasi birokrasi, tapi perubahan mendasar pada tata kelola dan budaya organisasi. Ini harus memastikan bahwa hak-hak warga negara, terutama kelompok rentan, terlindungi secara nyata,” kata Andreas.
Politikus PDIP ini pun menyambut baik keterlibatan sejumlah tokoh independen yang disebut masuk dalam Komite Reformasi Polri seperti Mahfud MD, Yusril Ihza Mahendra, dan Jimly Asshiddiqie.
Komisi II DPR Target Bahas RUU Pemilu di 2026
Menurutnya, kehadiran mereka menjadi harapan memperkuat kontrol eksternal terhadap Polri.
"Terutama dalam meninjau praktik operasional dan kebijakan internal yang berdampak pada hak-hak warga negara," tutur Legislator dari Dapil NTT I itu.
Kendati begitu, dia juga mengingatkan potensi risiko dari dualisme pengawasan, khususnya dengan hadirnya Tim Transformasi Reformasi Polri yang berisikan 52 perwira kepolisian, mulai dari pelindung sampai anggota.
"Kehadiran perwira aktif dalam tim reformasi berpotensi menimbulkan bias dan mengurangi efektivitas reformasi serta perlindungan hak publik,” kata Andreas.
Selain itu, dia juga menggarisbawahi bahwa reformasi harus menyasar akar persoalan, seperti pembenahan terhadap budaya kekerasan dan dominasi kepolisian dalam proses penyidikan, serta kurangnya mekanisme check and balances yang memadai.
Politikus PDIP, Polri ke depannya harus menekankan pentingnya profesionalisme agar lembaga itu dapat fokus pada pelayanan publik dan penegakan hukum yang adil.
"Kami mengingatkan pentingnya Polri terlepas dari praktik politik dan militeristik agar dapat benar-benar melayani masyarakat secara profesional,” katanya.
Komite Reformasi Polri, kata dia, harus berfungsi sebagai instrumen independen yang menjaga hak publik, memastikan keadilan, dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
"Keberhasilan reformasi akan diukur dari perlindungan hak asasi manusia, kepastian hukum, dan kepercayaan masyarakat, bukan sekadar laporan formal atau retorika politik semata,” demikian Andreas.
KEYWORD :
Warta DPR Komisi XIII Andreas Hugo Pareira Komite Reformasi Polri PDIP