
Penanganan paparan radiasi Cesium-137 (Cs-137) atau zat radioaktif Cs-137 di kawasan industri Cikande, Serang, Banten (Foto: Kementerian Lingkungan Hidup)
Jakarta, Jurnas.com - Temuan paparan radioaktif di kawasan industri Modern Cikande, Serang, Banten — hanya sekitar 68 kilometer dari Jakarta, telah memicu kekhawatiran serius. Investigasi yang dipimpin oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) mengonfirmasi adanya zat Caesium-137 di sedikitnya 10 titik, dengan sebuah pabrik besi tua ditetapkan sebagai pusat kontaminasi.
Pemerintah telah menyatakan situasi di Cikande sebagai insiden khusus dan memperketat pengawasan di area terdampak. Lebih dari 1.500 orang telah diperiksa, dan sejumlah warga dilaporkan menerima perawatan medis akibat terpapar.
Penanganan darurat tengah berlangsung, namun tantangan utamanya terletak pada penanganan jangka panjang dan pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang. Paparan radiasi adalah krisis yang tak terlihat, tapi efeknya sangat nyata dan menyeluruh.
Kasus ini bermula dari penolakan produk ekspor seperti udang dan cengkeh oleh otoritas Amerika Serikat karena mengandung radiasi. Pemerintah Indonesia pun bergerak cepat melakukan pemindaian dan pembatasan aktivitas di zona terdampak.
Namun, lebih dari sekadar insiden industri, kasus ini menegaskan betapa paparan radiasi bukan ancaman biasa. Zat radioaktif bekerja dalam diam, merusak sistem biologis makhluk hidup dari tingkat paling dasar—sel dan DNA.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut bahwa dampak paparan sangat ditentukan oleh besarnya dosis dan durasi terpapar. Semakin tinggi paparan dan semakin lama berlangsung, semakin besar pula risiko kesehatan yang ditimbulkan.
Paparan tingkat tinggi dalam waktu singkat bisa menimbulkan efek akut seperti mual, muntah, iritasi kulit, serta gangguan darah akibat rusaknya sumsum tulang. Gejala-gejala ini sering kali muncul dalam hitungan jam hingga hari.
Sementara itu, efek jangka panjang dari paparan dosis rendah justru lebih berbahaya karena kerap tidak disadari. Radiasi jenis ini perlahan merusak DNA dan memicu kanker, cedera organ dalam, hingga gangguan sistem metabolik.
Yang perlu dikhawatirkan, dampak radiasi tidak hanya berhenti pada individu yang terpapar. Mutasi genetik akibat radiasi dapat diwariskan ke generasi berikutnya, memicu risiko kelainan bawaan dan kerusakan genetik jangka panjang.
Kelompok rentan seperti anak-anak dan ibu hamil berada pada risiko yang jauh lebih tinggi. Sel-sel mereka yang aktif membelah lebih mudah rusak oleh energi radiasi, membuat efek biologisnya lebih parah.
Pada janin, paparan Caesium-137 berisiko menyebabkan cacat lahir dan gangguan perkembangan otak yang bersifat permanen. Sementara pada anak-anak, efeknya bisa baru muncul bertahun-tahun kemudian dalam bentuk kanker atau gangguan tumbuh kembang.
Kerusakan akibat radiasi juga tidak terbatas pada manusia. Zat radioaktif seperti Caesium-137 dapat menyebar ke tanah, air, dan tumbuhan, lalu masuk ke dalam rantai makanan.
Jika tidak segera ditangani, kontaminasi semacam ini akan merusak ekosistem dan keanekaragaman hayati di wilayah terdampak. Dampaknya bisa berlangsung puluhan tahun, seperti yang terlihat di zona-zona bekas kecelakaan nuklir di luar negeri.
Kasus Cikande seharusnya menjadi pengingat bahwa pengelolaan limbah industri tidak bisa dianggap remeh. Meski Indonesia sejauh ini tidak memiliki reaktor nuklir, zat radioaktif tetap berpotensi muncul dari aktivitas industri logam dan medis yang tidak diawasi dengan baik. (*)
KEYWORD :
Paparan Radioaktif Caesium-137 Radiasi Makhluk hidup