
Foto bersama usai FGD yang diselenggarakan oleh Badan Keahlian (BK) DPR RI di Gedung Nusantara. (Foto: Farhan/vel)
Jakarta, Jurnas.com - Badan Keahlian (BK) DPR RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘History for the Future: How to Integrate History Perspective to Forward Looking Policy Analysis Case Studies of Foreign Policy and International Education’ di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Jumat (3/10).
Forum ini diinisiasi oleh Ketua DPR RI Puan Maharani sebagai bagian dari transformasi DPR dalam memperkuat kapasitas pengetahuan dan pengelolaan sistem informasi untuk mendukung proses legislasi.
FGD menghadirkan narasumber internasional dan nasional yakni Michael G. Vann dari Sacramento State University, Eric Alan Jones dari Northern Illinois University, serta Hilmar Farid dari Institut Kesenian Jakarta yang juga mantan Dirjen Kebudayaan.
Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian yang jugar turut hadir dan memberikan sambutan dalam agenda tersebut menegaskan pentingnya kebijakan publik yang berbasis data, riset, serta perspektif sejarah, khususnya dalam pembuatan UU.
“FGD ini sangat produktif dan bermakna bagi kami, terutama sebagai anggota DPR dan pimpinan alat kelengkapan dewan. Kita mendapatkan perspektif dari para pakar lintas negara mengenai pentingnya sejarah sebagai dasar dalam membuat kebijakan publik,” ujar Legislator Dapil Kalimantan Timur ini.
Menurutnya, sejarah harus dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan, bukan hanya melihat kondisi saat ini.
“Kita bisa belajar dari keberhasilan maupun kegagalan kebijakan sebelumnya, baik di Indonesia maupun negara lain. Sehingga kebijakan yang kita hasilkan bisa lebih tepat sasaran, efektif, efisien, dan menghindari keputusan yang terlalu reaktif,” jelasnya.
Hetifah menambahkan, Indonesia telah memiliki berbagai lembaga riset seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Pusat Statistik (BPS), serta BKD DPR yang kaya data dan hasil penelitian. Namun, ia menekankan pentingnya analisis kritis terhadap setiap data yang digunakan.
“Selain aspek akademik, kita juga harus mempertimbangkan konsekuensi anggaran dari setiap kebijakan. Dengan begitu, undang-undang yang dihasilkan tidak hanya baik di atas kertas, tetapi juga realistis dalam implementasi,” kata Politikus Golkar ini.
Secara khusus, ia menyoroti isu pendidikan internasional yang juga menjadi topik dalam FGD tersebut.
“Kita berharap anak-anak Indonesia yang menempuh pendidikan di luar negeri dapat memberikan kontribusi nyata bagi bangsa. Belajar dari sejarah sangat penting agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama,” tutur Hetifah yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Panja RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Ia pun mengapresiasi peran BKD DPR yang menurutnya semakin maju dalam penggunaan data, riset, serta bukti empiris sebagai dasar penyusunan naskah akademik maupun rancangan undang-undang.
“BKD telah menerapkan meaningful participation, melibatkan berbagai pemangku kepentingan sebelum menyusun naskah akademik, dan itu sangat membantu proses legislasi yang lebih berkualitas,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar menegaskan bahwa forum semacam ini akan terus digelar secara berkala sebagai upaya memperkaya wawasan para peneliti maupun pegawai Sekretariat Jenderal DPR.
“Melalui FGD ini kita mengundang profesor dari Sacramento State University, Northern Illinois University, serta pengamat budaya untuk memberikan perspektif historis dalam melihat kebijakan, khususnya di bidang pendidikan. Ke depan, tantangan semakin kompleks, sehingga dukungan pengetahuan berbasis sejarah sangat penting bagi DPR,” jelas Indra.
Ia menekankan, sejarah tidak bisa dilepaskan dari perjalanan bangsa dan harus menjadi bahan refleksi untuk menyusun kebijakan yang lebih baik.
“Indonesia hari ini tentu berkaitan erat dengan Indonesia kemarin. Melalui refleksi itu, kita bisa menentukan langkah yang lebih tepat untuk masa depan,” pungkasnya.
KEYWORD :
Warta DPR Badan Keahlian BK akademisi internasional Hetifah Sjaifudian integrasi sejarah