Jum'at, 03/10/2025 04:38 WIB

Kenapa Monumen Pancasila Sakti Dibangun di Lubang Buaya?

Nama Lubang Buaya kini lekat sebagai lokasi Monumen Pancasila Sakti yang menjadi simbol perlawanan terhadap Gerakan 30 September 1965. Bukan sekadar bangunan bersejarah, monumen ini adalah penanda luka bangsa sekaligus pengingat pentingnya menjaga ideologi negara.

Gambar Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur (Foto: RRI)

Jakarta, Jurnas.com - Nama Lubang Buaya kini lekat sebagai lokasi Monumen Pancasila Sakti yang menjadi simbol perlawanan terhadap Gerakan 30 September 1965. Bukan sekadar bangunan bersejarah, monumen ini adalah penanda luka bangsa sekaligus pengingat pentingnya menjaga ideologi negara.

Namun, tahukah Anda mengapa monumen Pancasila Sakti berdiri tepat di kawasan itu? Lubang Buaya sendiri merupakan nama sebuah kelurahan yang terletak di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Dahulu, wilayah ini hanya dikenal sebagai daerah biasa, sebelum akhirnya menjadi bagian dari sejarah kelam bangsa.

Lokasi Monumen Pancasila Sakti dipilih bukan tanpa alasan. Lubang Buaya merupakan tempat ditemukannya jenazah tujuh perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang menjadi korban penculikan dan pembunuhan dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S).

Para jenderal tersebut diculik, disiksa, dan akhirnya dibunuh, lalu jasadnya dibuang ke sebuah sumur tua yang kemudian dikenal sebagai Lubang Buaya. Peristiwa itu menjadi titik balik sejarah Indonesia, yang kemudian diikuti dengan pergantian kepemimpinan nasional.

Adapun penamaan "Lubang Buaya" sendiri diyakini asal usulnya memiliki beberapa versi. Versi yang paling terkenal ialah berasal dari legenda masyarakat yang hidup sejak abad ke-7. Konon, Pangeran Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati pernah melintasi Kali Sunter menggunakan rakit bambu dan tersedot ke lubang besar yang dijaga seekor buaya putih.

Buaya itu dipercaya bernama Pangeran Gagak Jakalumayung, makhluk gaib yang menjaga kawasan tersebut. Setelah mengalahkan buaya itu, sang Pangeran menamai daerah tersebut sebagai Lubang Buaya.

Nama itu pun terus digunakan hingga zaman modern dan menjadi bagian dari identitas wilayah. Namun, kisah legenda itu berganti menjadi tragedi nyata yang terjadi pada 1965.

Pada tahun tersebut, Lubang Buaya menjadi markas latihan militer kelompok yang terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Di tempat ini pula, tujuh perwira tinggi TNI AD diculik, disiksa, dan akhirnya dibunuh dalam peristiwa G30S.

Jasad para jenderal itu dibuang ke sebuah sumur tua sedalam belasan meter yang kemudian dikenal sebagai Sumur Maut. Penemuan sumur ini mengguncang publik dan menjadi titik balik penumpasan gerakan yang dianggap mengancam Pancasila.

Tujuh perwira yang gugur di lokasi ini kemudian dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi oleh negara. Peristiwa tersebut mempertegas bahwa Lubang Buaya bukan hanya tempat, tetapi saksi bisu sejarah yang berdarah.

Karena itulah, pemerintah menetapkan Lubang Buaya sebagai lokasi pembangunan Monumen Pancasila Sakti. Pemilihan lokasi ini dimaksudkan agar generasi mendatang dapat melihat langsung tempat terjadinya tragedi nasional tersebut.

Monumen ini diresmikan pada 1 Oktober 1973 oleh Presiden Soeharto, bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila. Sejak saat itu, monumen ini menjadi pusat peringatan nasional dan edukasi sejarah bagi masyarakat.

Terdapat tujuh patung Pahlawan Revolusi yang berdiri tegak menghadap sumur maut, sebagai simbol perlawanan terhadap pengkhianatan. Di belakangnya berdiri dinding tinggi berhias lambang Garuda Pancasila, menggambarkan kekuatan ideologi negara.

Di bawahnya, relief menggambarkan kronologi peristiwa G30S hingga proses penumpasannya oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia bersama rakyat. Semua itu menjadi pesan visual tentang pentingnya kewaspadaan terhadap ancaman ideologis.

Tepat di bagian bawah relief, tertulis pesan tegas: “Waspada dan mawas diri agar peristiwa semacam ini tidak terulang lagi.” Kalimat itu menjadi pengingat abadi atas tragedi yang pernah mencabik-cabik persatuan bangsa.

Kini, Monumen Pancasila Sakti tidak hanya menjadi tempat ziarah sejarah, tetapi juga ruang belajar terbuka. Banyak pelajar, mahasiswa, hingga peneliti datang ke sana untuk memahami lebih dalam makna ideologi Pancasila dan pentingnya mempertahankannya.

Dengan berdirinya monumen di lokasi asli peristiwa, sejarah tidak hanya terdengar sebagai cerita, tetapi terlihat dan terasa nyata. Lubang Buaya pun tak hanya dikenang sebagai lokasi, melainkan sebagai pelajaran yang tidak boleh dilupakan. (*)

KEYWORD :

Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya Hari Kesaktian Pancasila




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :