
KPK menahan 4 tersangka korupsi dana hibah pokmas Jawa Timur.
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan empat tersangka dalam perkara dugaan korupsi terkait pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) di pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim) Tahun 2019-2022.
Mereka adalah Hasanuddin selaku Anggota DPRD Jatim periode 2024-2029 atau pihak swasta dari Kabupaten Gresik; Jodi Pradana Putra selaku pihak swasta dari Kabupaten Blitar; Sukar selaku mantan Kepala Desa dari Kabupaten Tulungagung; dan Wawan Kristiawan selaku pihak swasta dari Tulungagung.
"KPK melakukan penahanan terhadap empat Tersangka dari pihak pemberi kepada saudara KUS (Tersangka Kusnadi selaku Ketua DPRD Jatim)," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta pada Kamis, 2 Oktober 2025.
Keempat tersangka ditahan selama 20 hari pertama, terhitung sejak hari ini sampai dengan 21 Oktober 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang Merah Putih KPK.
Sementara tersangka A. Royan selaku pihak swasta dari Tulungagung meminta penjadwalan ulang pemeriksaan dengan alasan kondisi kesehatan.
Asep menjelaskan, perkara ini merupakan pengembangan dari kegiatan tangkap tangan pada Desember 2022 terhadap Sahat Tua P. Simanjuntak selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim periode 2019-2024.
Setelah dilakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan, KPK kemudian menetapkan 21 tersangka. Empat di antaranya sebagai pihak penerima, yakni Kusnadi selaku Ketua DPRD Jatim, Anwar Sadad dan Achmad Ikandar selaku Wakil Ketua DPRD Jatim, Bagus Wahyudiono selaku staf Anwar Sadad.
Sementara 17 tersangka merupakan pihak pemberi. Di antaranya Mahud selaku anggota DPRD Provinsi Jatim 2019–2024; Fauzan Adima selaku Wakil Ketua dan Anggota
DPRD Kabupaten Sampang Periode 2019 – 2024; Jon Junaidi selaku Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Probolinggo Periode 2019 - 2024.
Kemudian Ahmad Heriyadi, Ahmad Affandy, dan Abdul Motollib selaku pihak swasta dari Kabupaten Sampang; Moch. Mahrus selaku pihak swasta di Kabupaten Probolinggo, yang saat ini menjadi anggota DPRD Provinsi Jatim periode 2024-2029; A. Royan dan Wawan Kristiawan selaku pihak swasta dari Tulungagung; Sukar selaku mantan Kepala Desa dari Kabupaten Tulungagung.
Selanjutnya Ra. Wahid Ruslan dan Mashudi selaku pihak swasta dari Kabupaten Bangkalan; M. Fathullah dan Achmad Yahya selaku pihak swasta dari Kabupaten Pasuruan; Ahmad Jailani selaku pihak swasta dari Kabupaten Sumenep; Hasanuddin selaku pihak swasta dari
Kabupaten Gresik yang sekarang menjadi Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2024 – 2029; dan Jodi Pradana Putra selaku pihak swasta dari Kabupaten Blitar.
Asep menjelaskan perkara ini bermula dari adanya dugaan pertemuan antara pimpinan DPRD Jatim bersama fraksi-fraksi untuk membagi jatah hibah Pokok Pikiran (Pokir) anggota dewan pada periode 2019–2022.
Tersangka Kusnadi disebut mendapat jatah dana hibah pokir senilai total Rp398,7 miliar. Rinciannya Rp54,6 miliar pada 2019, Rp84,4 miliar pada 2020, Rp124,5 miliar pada 2021, dan Rp135,2 miliar pada 2022.
Dana hibah tersebut kemudian didistribusikan kepada sejumlah koordinator lapangan. Di antaranya, Hasanuddin yang mengelola dana Pokmas di enam kabupaten: Gresik, Bojonegoro, Trenggalek, Pasuruan, Malang, dan Pacitan.
Kemudian, Jodi Pradana Putra yang mengatur dana Pokmas di Kabupaten Blitar, Kota Blitar, dan Kabupaten Tulungagung. Sementara Sukar, Wawan Kristiawan, dan A. Royan bertugas mengelola dana Pokmas di Kabupaten Tulungagung.
Para korlap ini membuat proposal permohonan hibah, menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB), hingga laporan pertanggungjawaban secara mandiri. Dari anggaran pokir itu terjadi kesepakatan pembagian fee antara Kusnadi, korlap, pengurus Pokmas, hingga admin proposal.
Dari kesepakatan, Kusnadi mendapat sekitar 15–20 persen, korlap 5–10 persen, pengurus Pokmas 2,5 persen, dan admin 2,5 persen.
"Sehingga dana pokir yang betul-betul digunakan untuk program masyarakat hanya sekitar 55 persen sampai dengan 70 persendari anggaran awal," kata Asep.
Asep melanjutkan dana hibah yang telah disetujui, dicairkan melalui rekening Bank Jatim atas nama Pokmas atau lembaga yang mengajukan proposal. Namun, seluruh dana yang cair ditarik oleh korlap untuk kemudian dibagi jatah kepada pengurus Pokmas serta admin pembuatan dan LPJ.
"Sedangkan untuk aspirator (saudara Kusnadi), diberikan di awal atau sebagai `ijon`," kata Asep.
Selama periode 2019–2022, Kusnadi telah menerima komitmen fee secara transfer melalui rekening istrinya sebesar Rp32,2 miliar.
Rinciannya yakni Rp18,6 miliar dari Jodi Pradana Putra atau sebesar 20,2 persen dari Rp91,7 miliar total dana yang dikelola. Kemudian Rp11,5 miliar dari Hasanuddin atau sevesar 30,3 persen dari Rp30 miliar dana yang dikelola dan Rp2,1 miliar dari Sukar bersama Wawan Kristiawan dan A. Royan atau sebesar 21 persen dari Rp10 miliar dana yang dikelola.
Asep menjelaskan KPK juga telah menyita sejumlah aset milik Kusnadi. Di antaranya tiga bidang tanah seluas total 10.566 m² di Kabupaten Tuban, dua bidang tanah berikut bangunan seluas total 2.166 m² di Kabupaten Sidoarjo, serta satu unit mobil Mitsubishi Pajero.
Atas perbuatannya, tersangka Jodi, Hasanuddin, Sukar, dan Wawan Kristiawan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KEYWORD :KPK Korupsi Dana Hibah Pemprov Jawa Timur Penahanan Tersangka