Kamis, 02/10/2025 08:24 WIB

Saksi Sidang Inkonsisten, Kuasa Hukum PT WKM Merasa Hanya Buang Waktu

Sidang lanjutan sengketa tambang nikel di Halmahera Timur yang melibatkan PT WKM dan PT Position kembali digelar

Kuasa hukum PT WKM, Rolas Sitinjak beri keterangan usai sidang. (Foto: Jurnas/Ira).

Jakarta, Jurnas.com- Sidang lanjutan sengketa tambang nikel di Halmahera Timur yang melibatkan PT Wahana Karya Mineral (WKM) dan PT Position kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (01/10). Pada sidang ini pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi Plaghelmo Seran sebagai Kepala Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) Wilayah XVI Ambon.

Selama proses persidangan, saksi yang dihadirkan pihak JPU ini kembali menunjukkan inkonsistensinya dalam menjawab berbagai pertanyaan pihak kuasa hukum maupun terdakwa. Bahkan beberapa keterangan yang sempat disampaikan di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), saksi tidak bisa menjelaskannya secara rinci dan detail, terutama yang terkait dengan keterangan seputar informasi mengenai legalitas maupun aktivitas PT WKM.

Kuasa hukum PT WKM, Rolas Sitinjak  menilai saksi yang dihadirkan pihak JPU ini kerap memberi jawaban berbeda-beda, bahkan dianggap tidak mengetahui fakta dasar mengenai lokasi dan aktivitas di lapangan.

“Majelis hakim sendiri sempat menyindir bahwa saksi ini kadang ingat, kadang lupa. Ini jadi seperti buang-buang waktu saja,” ujar Rolas usai sidang.

Dalam persidangan, majelis hakim mempertanyakan apakah saksi pernah melihat langsung tempat kejadian perkara di Halmahera Timur.

“Pertanyaan kami, saudara sudah pernah ke tempat kejadian perkara yang sebenarnya?” tanya hakim.

“Belum pernah,” jawab saksi.

Pengakuan ini memperkuat anggapan bahwa keterangan saksi tidak dapat dijadikan pegangan karena tidak berbasis fakta lapangan. Sidang juga menyoroti pembayaran hasil hutan kayu dari jalur yang dipakai PT Position untuk pembangunan jalan koridor menuju pabrik.

Menurut Rolas seharusnya setiap kayu yang ditebang memiliki izin jelas dari pemilik Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan masuk dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT). Namun saksi tidak bisa menjelaskan apakah kayu dari jalur tersebut sudah dibayar kepada negara atau tidak.

“Bayangkan, sepanjang jalan 11 kilometer dibuka, tapi saksi tidak tahu apakah kayunya sudah dibayar, apakah izinnya ada atau tidak. Ini jelas berpotensi merugikan negara,” kata Rolas menegaskan.

Ia menambahkan, saksi bahkan tidak bisa memastikan batas kewenangan antara perusahaan pemegang izin hutan dengan PT Position.

KEYWORD :

tambang nikel Halmahera Timur PT WKM PT Position




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :