Rabu, 01/10/2025 22:45 WIB

Legislator Desak Regulasi dan Pengawasan Ketat Program Makan Bergizi Gratis

Angka ini bukan persoalan main-main dan harus dijadikan alarm serius bagi seluruh pemangku kepentingan.

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, menegaskan bahwa Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diselenggarakan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) harus segera dievaluasi dan diperbaiki secara menyeluruh.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Menteri Kesehatan, Kepala BGN, dan Kepala BPOM, Netty menyampaikan apresiasinya terhadap target program yang berorientasi pada peningkatan status gizi anak, namun ia menyoroti sejumlah “lubang” dan “bolong-bolong” mendasar yang harus segera ditutup demi keberlanjutan dan kualitas program.

Netty menekankan bahwa sebuah program besar akan dipastikan keberlanjutannya, kemampuannya untuk diawasi, serta dukungan anggarannya hanya jika payung hukum atau kerangka regulasinya jelas.

Ia menagih janji BGN untuk mempercepat pengesahan regulasi MBG, yang mana hal ini telah menjadi kesimpulan rapat Komisi IX sejak 21 Mei 2025. Netty menilai, kekisruhan dan kebingungan dalam penyelenggaraan program saat ini sangat bergantung pada ketiadaan kerangka hukum yang kuat.

Isu mendesak lainnya adalah darurat keamanan pangan. Mengutip data dari Badan POM, Netty menyatakan keprihatinan mendalam atas temuan 103 Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan yang menelan korban sebanyak 9.089 orang.

“Angka ini bukan persoalan main-main dan harus dijadikan alarm serius bagi seluruh pemangku kepentingan,” katanya, Rabu (1/10).

Mengingat bahwa menjaga keamanan pangan adalah proses kompleks from farm to table, Netty mendesak agar seluruh penyelenggara menghindari praktik fraud (kecurangan) di setiap titik, mulai dari penetapan titik dapur, kelengkapan sarana-prasarana, hingga pendistribusian pangan.

Lebih lanjut, Komisi IX menuntut agar aspek Halal diintegrasikan dalam setiap tahapan proses MBG, sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, mengingat mayoritas penerima manfaat program adalah peserta didik Muslim.

Selain itu, dalam rangka membangun kembali kepercayaan publik pasca-insiden keracunan massal, Netty mendesak agar diterapkan prinsip komunikasi krisis yang berbasis empati dan tanggung jawab, yaitu Regret, Responsibility, Restitution, dan Respect.

Secara konkret, Netty mengajukan dua tuntutan spesifik. Pertama, kepada Kementerian Kesehatan, ia meminta timeline yang jelas untuk akselerasi penerbitan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) bagi dapur program. Hal ini harus diiringi jaminan agar tidak ada praktik "jual beli SLHS" atau penyederhanaan item penilaian yang dapat membahayakan mutu pangan.

Kedua, ia mendesak Kepala BGN segera menyelesaikan pembayaran honorarium bagi SPPI (Satuan Petugas Penyelenggara Program Gizi) Batch 3 yang telah bertugas sejak Juli 2025 dan hingga kini belum dibayar, menegaskan bahwa pengabaian terhadap hak petugas lapangan adalah kesalahan fatal.

Netty menutup dengan harapan agar program MBG ini melampaui sekadar distribusi pangan massal. Program ini harus menjadi program intervensi gizi terintegrasi dengan sistem kesehatan dan pendidikan, yang berfokus pada penyediaan real food (makanan utuh), menghindari ultra-processed food, serta melibatkan partisipasi aktif komunitas, Tim Pendamping Keluarga (TPK), sekolah, dan orang tua.

 

 

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi IX PKS Netty Prasetyani MBG Kepala BGN regulasi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :