Selasa, 30/09/2025 18:13 WIB

DPR Usul Bentuk Pansus Krakatau Steel

Kalau hanya panja, ruang lingkupnya terbatas pada Komisi VII. Padahal, persoalan Krakatau Steel ini menyangkut Kementerian Perindustrian, Perdagangan, BUMN, bahkan Kementerian Keuangan.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga. (Foto: Parlementaria)

Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) terkait polemik Krakatau Steel. Persoalan itu antara lain perihal utang, produk yang dinilai kurang kompetitif, serta bahan baku yang masih bergantung pada impor.

Politikus Golkar itu mengatakan bahwa penyelesaian masalah tidak cukup hanya dibahas di tingkat Panitia Kerja (Panja) DPR, tetapi perlu ditingkatkan ke pansus.

"Kalau hanya panja, ruang lingkupnya terbatas pada Komisi VII. Padahal, persoalan Krakatau Steel ini menyangkut Kementerian Perindustrian, Perdagangan, BUMN, bahkan Kementerian Keuangan,” kata Lamhot dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/9).

Menurut dia, pansus diperlukan karena persoalan Krakatau Steel melibatkan berbagai kementerian/lembaga serta lintas komisi di DPR.

"Idealnya pansus, supaya bisa melibatkan lintas komisi dan menghasilkan rekomendasi politik yang lebih komprehensif," ucapnya.

Lamhot menyebutkan bahwa usulan pembentukan pansus merupakan bentuk keseriusan DPR untuk mencari solusi menyeluruh. Dengan pansus, Parlemen bisa memanggil kementerian/lembaga dan pihak terkait secara lebih luas, sekaligus mengawal restrukturisasi Krakatau Steel agar berjalan efektif.

"Kalau masalah hulunya bisa diselesaikan melalui koordinasi pansus, hilirisasi baja akan lebih kokoh, dan Krakatau Steel bisa kembali menjadi industri besi dan baja kebanggaan nasional," ujarnya.

Adapun dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR pada Senin, 29 September 2025, Lamhot menuturkan ketergantungan penuh pada bahan baku impor membuat biaya produksi baja Krakatau Steel jauh lebih tinggi dibandingkan harga market di tingkat global.

Sebagai contoh, kata dia, harga slab baja di pasar internasional berkisar 500 dolar AS per ton, sementara produk Krakatau Steel bisa mencapai 535 dolar AS per ton.

"Ada gap sekitar 35 dolar AS per ton sehingga industri pengguna baja pasti akan lebih memilih harga yang jauh lebih murah," katanya.

Di sisi lain, Lamhot menyebut restrukturisasi utang saja tidak cukup untuk menyelesaikan permasalahan. Dia menekankan bahwa perbaikan Krakatau Steel tidak bisa hanya mengandalkan proteksi berupa bea masuk atau kebijakan safeguard.

"Kalau bahan baku masih 100 persen impor, harga produk KS (Krakatau Steel) tidak akan pernah bisa kompetitif. Investasi di hulu harus segera dilakukan," katanya.

 

 

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi VII Lamhot Sinaga Golkar Pansus Krakatau Steel




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :