Selasa, 30/09/2025 15:42 WIB

Komisi IV Dorong Hilirisasi Perhutanan Sosial di Kalimantan Selatan

Komisi IV DPR RI melakukan kunjungan kerja spesifik ke Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam masa persidangan I Tahun Sidang 2025–2026.

Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDIP, Sturman Panjaitan. (Foto: Dok. Parlementaria)

Jakarta, Jurnas.com - Komisi IV DPR RI melakukan kunjungan kerja spesifik ke Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam masa persidangan I Tahun Sidang 2025–2026. Kunker tersebut berfokus pada agenda diskusi mengenai hilirisasi produk perhutanan sosial yang berlangsung di Balai Perhutanan Sosial Kalsel.

Anggota Komisi IV DPR RI, Sturman Panjaitan menyampaikan, kunjungan tersebut sangat penting, karena Kalsel menjadi salah satu daerah yang memiliki perkembangan signifikan dalam program perhutanan sosial.

“Kami ingin mendengar langsung aspirasi masyarakat dan memastikan bahwa akses kelola hutan benar-benar bertransformasi menjadi kesejahteraan,” ujar Sturman.

Sturman menekankan bahwa tantangan terbesar adalah bagaimana mengubah akses perhutanan sosial menjadi manfaat nyata bagi masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan melalui hilirisasi produk perhutanan sosial, peningkatan nilai tambah, serta penciptaan pasar yang lebih luas.

Komisi IV DPR RI menilai, peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan membutuhkan strategi yang komprehensif. Mulai dari fasilitasi pembiayaan, peningkatan infrastruktur dan teknologi, hingga penguatan regulasi tata niaga produk perhutanan sosial.

“Hasil hutan dari masyarakat harus benar-benar berdampak pada kesejahteraan mereka. Karena itu, pendampingan, pemasaran, dan dukungan anggaran menjadi kunci. Termasuk bantuan keuangan agar petani hutan memiliki daya tawar, misalnya dalam produk kemiri yang perlu ditahan dulu agar harga jualnya lebih baik,” jelas Sturman.

Selain itu, Legislator Fraksi PDI-Perjuangan tersebut menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk membangun ekosistem perhutanan sosial yang tangguh dan berkeadilan.

Pada kesempatan yang sama, sejumlah kelompok usaha perhutanan sosial di Kalimantan Selatan dalam pertemuan dengan Komisi IV DPR RI juga menyampaikan aspirasi dan tantangan yang mereka hadapi, mulai dari kebutuhan pendampingan, intervensi pemerintah bagi kelompok berizin, hingga kendala aksesibilitas dan infrastruktur.

Tidak hanya fokus pada hasil hutan non-kayu, pengembangan ekowisata berbasis alam juga menjadi peluang yang menjanjikan bagi peningkatan pendapatan masyarakat. Produk unggulan seperti kemiri, kerajinan kulit kayu, hingga olahan hasil hutan lainnya diharapkan mampu menembus pasar yang lebih luas dengan dukungan pemasaran dan pendampingan.

Menanggapi aspirasi tersebut, Komisi IV DPR RI menyatakan dukungan penuh melalui beberapa langkah konkret, antara lain yakni  mendorong tambahan anggaran untuk perhutanan sosial pada tahun 2026, menguatkan kolaborasi lintas sektor untuk mendorong hilirisasi produk perhutanan sosial dan mendorong petani lebih proaktif berkomunikasi dengan Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan.

Sturman menutup dengan optimisme bahwa Kalimantan Selatan dapat menjadi contoh sukses implementasi perhutanan sosial yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

“Kami bersyukur, dari kunjungan ini banyak informasi berharga yang kami peroleh. Semoga Kalimantan Selatan terus menjadi motor penggerak perhutanan sosial di Indonesia,” pungkasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Revitalisasi Industri Kehutanan, Novia Widyaningtyas, menyampaikan apresiasi atas dukungan Komisi IV DPR RI dalam memperkuat hilirisasi perhutanan sosial. Ia memaparkan capaian program Perhutanan Sosial hingga tahun 2025, Kementerian Kehutanan telah memberikan akses kelola seluas 8,3 juta hektare melalui lebih dari 11.000 Surat Keputusan, dengan manfaat langsung bagi sekitar 1,4 juta Kepala Keluarga di seluruh Indonesia.

Secara khusus di Kalimantan Selatan, hingga 2024 telah diterbitkan 192 izin Perhutanan Sosial dengan total luas sekitar 98.188 hektare, melibatkan ribuan keluarga. Selain itu, terdapat 9 Masyarakat Hukum Adat dengan wilayah adat seluas 44.784 hektare yang potensial memperkuat program Perhutanan Sosial.

Produk hilirisasi juga terus berkembang, antara lain madu hutan, gula semut dari aren, minyak atsiri dari gaharu dan kayu manis, rotan olahan, serta pengembangan jasa ekowisata. Berdasarkan data goKUPS, nilai transaksi ekonomi perhutanan sosial di Kalimantan Selatan sejak 2013–2025 mencapai sekitar Rp 5,03 miliar dari 102 kelompok usaha.

Dikatakan Novia, sejumlah capaian ekspor turut menunjukkan keberhasilan hilirisasi produk perhutanan sosial, di antaranya: Ekspor petai dan komoditas agroforestri ke Jepang senilai Rp989 juta (2024); Ekspor kopi robusta ke Dubai senilai Rp526,6 juta (2025); dan Ekspor 30 ton getah damar ke India dan 15 ton pala ke Tiongkok senilai total Rp2,07 miliar (2025).

KEYWORD :

Komisi IV DPR Sturman Panjaitan Hilirisasi Perhutanan Sosial di Kalsel




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :