
Petani sedang membajak sawah menggunakan alsintan produk dalam negeri (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Bertani sering dianggap pekerjaan sederhana, padahal dalam pandangan Islam, profesi ini menyimpan kemuliaan yang luar biasa. Para petani disebut sebagai penolong negeri, penjaga pangan, dan penyambung hidup umat.
Dikutip dari laman Nahdlatul Ulama, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari pernah menegaskan hal itu dalam sebuah artikel Majalah Soeara Moeslimin tahun 1363 H. Ia menyebut para petani sebagai penolong negeri, karena dari tangan mereka kita bisa makan tanpa perlu bersusah payah di sawah atau di kebun.
Pernyataan itu tak bisa dipandang remeh, sebab Islam memang memberi tempat istimewa bagi aktivitas bercocok tanam atau bertani. Nabi Muhammad SAW menyebut setiap hasil tanaman yang dimakan makhluk hidup akan menjadi sedekah bagi penanamnya.
Wasiat Rasulullah SAW tentang Perempuan
Hadis ini menunjukkan bahwa bertani bukan sekadar kerja fisik, tetapi juga amal yang berpahala. Bahkan jika hasil panennya hanya dimakan burung atau binatang lain, tetap tercatat sebagai sedekah.
Dalam Al-Qur’an, Allah mengingatkan bahwa bumi dijadikan sebagai hamparan dan langit sebagai atap. Dari langit Dia turunkan hujan yang menumbuhkan buah-buahan sebagai rezeki bagi manusia.
Firman-Nya dalam QS Al-Baqarah ayat 22 menjadi penegasan bahwa tanah dan air adalah karunia besar yang harus dimanfaatkan dengan bijak. Karena itu, merawat dan mengolah tanah, termasuk bercocok tanam atau bertani sejatinya adalah bentuk syukur kepada Allah.
Kesuburan tanah pun menjadi indikator penting dalam pandangan ulama. Imam al-Mawardi dalam kitab Adabud Dunya wad Din menyebut tanah subur sebagai tanda keteraturan dunia dan kemakmuran umat.
Namun, tidak semua orang bersedia turun ke tanah dan menanam. Banyak yang memilih jalan lain, meski tetap mengandalkan hasil dari kerja para petani.
Kita semua pada akhirnya menikmati hasil dari mereka yang bersedia bercocok tanam. Maka wajar jika Islam mengangkat martabat petani dan menyerukan agar mereka dimuliakan.
Memuliakan petani tak cukup dengan kata-kata. Ia harus diwujudkan dalam kebijakan, sikap sosial, dan rasa syukur yang nyata.
Jika kita termasuk pemegang kebijakan, maka penting untuk memastikan petani tidak dipersulit dalam mengakses pupuk, modal, atau lahan. Persoalan klasik seperti harga panen yang rendah dan irigasi yang terbatas harus menjadi prioritas.
Bagi masyarakat umum, cara sederhana menghormati petani adalah tidak menyia-nyiakan makanan. Perilaku membuang makanan sejatinya adalah bentuk penghinaan terhadap jerih payah mereka.
Tabdzir atau pemborosan dalam makanan bukan hanya mencederai rasa syukur, tapi juga merusak nilai kemanusiaan. Kita seolah tak menghargai peluh yang menetes di ladang.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Tidak bersyukur kepada Allah, orang yang tidak bersyukur kepada manusia.” Maka menghargai petani sama artinya dengan bersyukur kepada Allah.
Doa sebelum makan pun bisa menjadi pengingat tentang siapa yang berjasa menghadirkan makanan di hadapan kita. Ucapan “Allahumma barik lana fima razaqtana…” bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga bagi para petani yang menjadi perantara rezeki itu.
Lebih dari itu, bertani adalah ibadah yang terus mengalir pahalanya. Bahkan jika pohon yang ditanam tak pernah dipanen oleh penanamnya sendiri.
Sabda Nabi Muhammad SAW tentang pahala yang terus mengalir dari tanaman menunjukkan bahwa bertani bukan hanya urusan dunia. Ia adalah jalan menuju akhirat.
Namun hari ini, profesi ini kian terpinggirkan. Banyak generasi muda enggan bertani karena dianggap tak menjanjikan secara ekonomi maupun status sosial.
Padahal, jika tak ada yang menanam, tak akan ada yang bisa kita makan. Kehidupan modern tetap bergantung pada tangan-tangan yang mengolah tanah.
Ketika petani kehilangan lahan, kehilangan harga yang layak, atau kehilangan generasi penerus, sesungguhnya kita semua sedang kehilangan fondasi bangsa. Ketahanan pangan tak akan mungkin tercapai tanpa petani yang diberdayakan.
Sudah saatnya kita berhenti meremehkan profesi ini. Karena bertani bukan sekadar mencari nafkah, tapi menjaga kehidupan.
Islam telah lama mengajarkan untuk menghormati mereka yang bekerja mengolah tanah, bercocok tanam atau bertani. Karena dari tanahlah kehidupan tumbuh, dan lewat tangan petani, rezeki mengalir kepada kita semua. (*)
Wallahu`alam
KEYWORD :Petani Islam Kemuliaan Betani Cocok tanam