
Ilustrasi - beberapa tafsir Nusantara yang dikenal kalangan masyarakat Indonesia (Foto: Pexels/Sabriye Zeynep)
Jakarta, Jurnas.com - Para ulama Nusantara sejak abad ke-17 hingga era modern telah menghasilkan karya tafsir Al-Qur`an yang mencerminkan kekayaan tradisi, bahasa, dan tantangan zaman lokal. Di antara yang paling dikenal adalah Tarjuman al-Mustafid dari Aceh dan Tafsir al-Mishbah karya Prof. Muhammad Quraish Shihab.
Tarjuman al-Mustafid adalah tafsir lengkap pertama di Nusantara yang ditulis dalam bahasa Melayu (aksara Arab pegon) oleh ulama Aceh, Abdurrauf al-Sinkili. Kitab ini banyak dijuluki tafsir nusantara tertua yang mencakup 30 juz Al-Qur`an, dan memiliki pengaruh luas di kepulauan Melayu-Indonesia.
Tafsir itu diduga terinspirasi atau sebagian bersumber dari tafsir al-Baidlawi atau tafsir Jalalain, namun al-Sinkili menyesuaikannya agar relevan bagi pembaca Melayu. Karena menggunakan bahasa Melayu, Tarjuman al-Mustafid menjadi jembatan penting antara tradisi tafsir Arab klasik dan kebutuhan umat di Nusantara.
Di masa kontemporer, Indonesia turut melahirkan tafsir modern yang memiliki pendekatan tekstual dan rasional. Salah satunya adalah Tafsir al-Mishbah karya Muhammad Quraish Shihab, yang pertama kali diterbitkan tahun 2001 dalam 30 jilid. Tafsir ini tidak hanya menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur`an, tetapi juga mengaitkannya dengan isu sosial, budaya, dan perkembangan zaman.
Beberapa pengamat menyebutnya sebagai tafsir paling lengkap di Indonesia. Dalam konteks ke-Indonesiaan, penafsiran Quraish Shihab sering menekankan relevansi bahasa, konteks lokal, dan kepekaan atas tantangan zaman.
Selain kedua karya tersebut, tradisi tafsir Nusantara juga mencakup karya lain seperti Tafsir Marâh Labîd oleh Syekh Nawawi al-Bantani (Banten), tafsir Al-Azhar oleh Hamka, maupun tafsir berbahasa Indonesia seperti Tafsir al-Furqan karya A. Hasan. Karya-karya ini memperlihatkan keberagaman gaya: ada yang bersifat ringkas, ada yang memfokuskan aspek moral-sosial, dan ada pula yang mencoba menjembatani antara tradisi teks klasik dengan kebutuhan kontemporer umat.
Keberadaan tafsir-tafsir nusantara ini menunjukkan satu hal: umat di kepulauan ini telah aktif menafsirkan kitab suci sesuai bahasa, budaya, dan tantangan lokalnya, tanpa kehilangan keterikatan dengan tradisi tafsir Islam dunia.
Semir Rambut Menjadi Hitam, Apa Hukumnya?
Karya-karya tersebut tidak hanya sebagai warisan intelektual, tetapi juga sebagai sarana guna memahami Al-Qur’an dengan relevansi terhadap kehidupan sehari-hari di Nusantara. (*)
KEYWORD :Info keislaman Al-Qur`an Tafsir Nusantara