
Ilustrasi - Perempuan sebelah kanan sedang mengkomunikasikan atau memperagakan bahasa isyarat (Foto: Kemendes PDTT)
Jakarta, Jurnas.com - Setiap 23 September, dunia memperingati Hari Bahasa Isyarat Internasional sebagai bentuk pengakuan atas hak komunikasi komunitas Tuli. Peringatan ini menjadi simbol penting dari perjuangan menuju masyarakat yang lebih inklusif dan setara.
Penetapan hari khusus ini dimulai ketika Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengesahkan resolusi pada Desember 2017. Momentum tersebut kemudian mulai diperingati secara resmi sejak tahun 2018.
Tanggal 23 September dipilih karena bertepatan dengan hari berdirinya World Federation of the Deaf (WFD) pada tahun 1951. Organisasi ini berperan besar dalam mendorong pengakuan bahasa isyarat sebagai bahasa resmi di berbagai negara.
Asal Usul Penamaan Gunung Semeru di Jawa Timur
WFD merupakan organisasi internasional yang mewakili sekitar 70 juta orang Tuli di seluruh dunia. Mereka aktif memperjuangkan hak-hak komunitas Tuli di tingkat global, termasuk melalui advokasi ke PBB.
Melalui upaya WFD, gagasan untuk memiliki satu hari internasional yang khusus merayakan bahasa isyarat akhirnya mendapat dukungan penuh dari PBB. Langkah ini dianggap penting untuk meningkatkan kesadaran publik dan mendorong kebijakan yang lebih inklusif.
Peringatan ini tak hanya menjadi bentuk apresiasi, tetapi juga ajakan untuk membuka akses komunikasi yang setara bagi semua. Bahasa isyarat diakui sebagai sarana penting dalam menghapus hambatan sosial yang selama ini dihadapi penyandang Tuli.
Bahasa isyarat memiliki struktur dan ciri khas linguistik yang kompleks, sama halnya dengan bahasa lisan. Saat ini, lebih dari 300 bahasa isyarat digunakan di berbagai belahan dunia.
Keberagaman tersebut menunjukkan bahwa bahasa isyarat bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga bagian dari identitas budaya yang sah. Karena itu, pengakuan terhadap bahasa isyarat juga berarti menghormati keragaman budaya umat manusia.
Di banyak negara, peringatan Hari Bahasa Isyarat Internasional dirayakan melalui berbagai kegiatan edukatif dan kampanye publik. Mulai dari seminar, pelatihan bahasa isyarat, hingga aksi simbolis seperti penyalaan cahaya biru di gedung-gedung ikonik.
Di Indonesia, momen ini menjadi pengingat pentingnya peran Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan BISINDO mulai diterapkan di lembaga pendidikan, layanan publik, hingga media.
Lebih dari sekadar seremoni tahunan, Hari Bahasa Isyarat Internasional membawa pesan kuat tentang hak, kesetaraan, dan keberagaman. Peringatan ini menegaskan bahwa komunikasi adalah hak dasar setiap manusia, tanpa terkecuali.
Dengan meningkatnya kesadaran global, diharapkan bahasa isyarat tak lagi dipandang sebagai kebutuhan khusus, melainkan bagian dari sistem komunikasi universal. Sebab dunia yang inklusif hanya dapat tercipta jika semua suara—baik terdengar maupun tidak—mendapat ruang yang sama. (*)
KEYWORD :Hari Bahasa Isyarat Internasional 23 September Sejarah