
Ketua DPR RI Puan Maharani menerima audiensi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpinan Andi Gani Nena Wea dan sejumlah perwakilan KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia). (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Ketua DPR RI Puan Maharani menerima audiensi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpinan Andi Gani Nena Wea dan sejumlah perwakilan KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) di Gedung DPR hari ini.
Dalam pertemuan yang berlangsung hangat tersebut, Puan menyambut baik aspirasi yang disampaikan langsung oleh para pimpinan serikat pekerja.
Audiensi dilakukan di Gedung DPR RI, Senayan, Senin (22/9). Puan menerima audiensi di tengah aksi unjuk rasa Serikat Buruh yang sedang berlangsung di depan gedung DPR sejak pukul 10.00 WIB.
Unjuk rasa tersebut membawa isu tegakkan supremasi sipil, meminta DPR segera membentuk RUU Ketenagakerjaan, dan penghapusan outsourcing dan tolak upah murah (HOSTUM).
Adapun perwakilan KSPSI yang bertemu Puan di Gedung DPR yakni Andi Gani Nena Wea (Presiden KSPSI), Hermanto Achmad (Sekjend KSPSI), Abdulah (Wakil Presiden KSPSI), Roy Jinto Ferianto ( Wakil Presiden KSPSI), Ahmad Supriadi (Wakil Presiden Buruh), Wiliam Yani Wea (Ketua LBH DPP KSPSI), Fredy Sembiring (Wasekjend KSPSI), dan Akmani (Wasekjend KSPSI/TA Komisi IX).Sementara perwakilan KSPI yaitu Ramidi, S. Rosyad, Zaenudin, dan Catur Andarwanto.
Sementara Puan didampingi oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris dan Putih Sari, Ketua Komisi I DPR Utut Adianto, serta Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto.
Dalam kesempatan itu, Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea menyampaikan dukungan moral kepada DPR RI sebagai lembaga perwakilan rakyat yang harus bebas dari tekanan dan intervensi.
"Kami mendukung DPR RI ini agar tetap jadi rumah rakyat. Jangan pernah takut dengan tindakan tekanan intervensi pihak manapun. Karena DPR RI ini adalah rumah rakyat. Teruslah mendengarkan aspirasi rakyat dan kami akan dukung terus," kata Abdul Gani.
Dia menambahkan, dalam situasi politik dan hukum belakangan ini, publik melihat banyak dinamika yang mencemaskan dan berpotensi menunggangi institusi-institusi negara. Oleh karena itu, ia menegaskan aliansi buruh mendorong adanya reformasi Polri.
"Dan yang paling penting juga adalah Polri direformasi lembaganya itu boleh. Tapi jangan ada hidden agenda untuk tiba-tiba punya tujuan tertentu, pucuk pimpinan Polri. Jadi buat kami cukup meresahkan. Karena banyak sekali kepentingan-kepentingan yang ada dalam kemelut akhir-akhir ini," tuturnya.
Sekretaris Jenderal KSPSI, Ramidi pun turut membacakan secara langsung sejumlah tuntutan buruh yang disuarakan dalam aksi. Ia menekankan tiga poin utama yang menjadi perhatian serius serikat pekerja.
Pertama, penghapusan sistem outsourcing yang dinilai menimbulkan ketidakpastian kerja dan merugikan pekerja dalam jangka panjang. Kedua, desakan agar Upah Minimum Regional (UMR) dinaikkan secara signifikan menjadi Rp8,5 juta demi menjawab kebutuhan hidup layak buruh di tengah tekanan ekonomi.
Dan ketiga, permintaan agar Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dinaikkan menjadi Rp7,5 juta, sebagai bentuk keadilan fiskal bagi pekerja. KSPSI AGN dan KSPI juga menyampaikan pernyataan sikap yang menegaskan dukungan terhadap supremasi sipil, penegakan hukum yang adil, pengesahan UU Ketenagakerjaan yang berpihak pada buruh, serta komitmen mendukung pemerintahan Presiden Prabowo dan DPR yang terbuka pada aspirasi rakyat.
Pernyataan sikap itu disampaikan langsung kepada Puan dalam pertemuan tersebut.
Puan pun mengucapkan terima kasih kepada aliansi buruh yang sudah menyampaikan aspirasi secara langsung.
"Terimakasih atas aspirasi yang sudah disampaikan, seluruh aspirasi ini akan kami sampaikan ke seluruh teman-teman DPR yang ada, kami berkomitmen menjalankan aspirasi yang ada,” jelas Puan.
Pada audiensi tersebut, Puan juga menyampaikan apresiasi atas dukungan KSPSI terkait supremasi sipil di Indonesia. Ia menyatakan, DPR RI berkomitmen berpegang pada UUD 1945 Pasal 1 Ayat 2 yang telah menyatakan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
"Amanat Konstitusi tersebut menjadi landasan Supremasi Sipil. Kehendak rakyat atas supremasi sipil diperkuat saat reformasi 1998. Dan DPR, mendukung penguatan supremasi sipil," terang perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
"Banyak agenda ke depan yang diperlukan dalam memperkuat supremasi sipil, antara lain, memperkuat ASN yang profesional, perlindungan peran positif Civil Society, Pers, LSM, dan sebagainya," sambung Puan.
Puan menanggapi dukungan KSPSI agar Polri untuk menegakkan hukum secara profesional, dan mengusut tuntas tanpa pandang bulu pelaku pembakaran fasilitas umum pada unjuk rasa akhir Agustus 2025. KSPSI juga mendorong DPR untuk membebaskan peserta aksi yang tidak melakukan tindakan pidana, dengan melalui ruang restorative justice.
Puan menegaskan komitmen DPR untuk menjalankan fungsi pengawasan kepada Pemerintah dan Polri terkait dua permintaan KSPSI tersebut.
"DPR menghargai dan menghormati hak asasi manusia warga negara dalam menyatakan pendapat, karena hal ini sejalan dengan Pasal 28E ayat (1) UUD NRI 1945, yang menyatakan: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Akan tetapi batas dari Hak Asasi seseorang adalah ketika bertemu dengan Hak Asasi orang lain, oleh karena itu perlu diatur," paparnya.
Puan juga menanggapi usulan KSPSI terhadap UU Ketenagakerjaan, khususnya pengaturan hal-hal atau pasal tertentu yang berpotensi merugikan pekerja. Ia menekankan bahwa RUU Ketenagakerjaan berupaya menghadirkan regulasi yang lebih komprehensif, adil, dan adaptif, dengan menyeimbangkan perlindungan pekerja dan kepastian usaha, serta mengintegrasikan putusan-putusan MK.
"RUU Ketenagakerjaan ini disusun dengan semangat untuk menghadirkan kepastian hukum dan perlindungan yang lebih adil bagi pekerja, sekaligus memberi ruang bagi dunia usaha agar tetap tumbuh," jelas Puan.
Dia menyampaikan, DPR dalam pembahasan RUU Ketenagakerjaan akan mengintegrasikan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi, termasuk soal perlindungan upah, aturan pemagangan, pembatasan alih daya, serta jaminan sosial bagi pekerja formal maupun informal. Ia juga menegaskan pentingnya dialog sosial, antara serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah.
"Semua pihak harus duduk bersama dalam merumuskan kebijakan pengupahan dan penyelesaian perselisihan. Prinsipnya, tidak boleh ada pekerja yang dirugikan, dan setiap PHK harus melalui proses musyawarah serta mekanisme hukum yang jelas," ungkap mantan Menko PMK tersebut.
"Setelah mendengar masukan dari teman-teman KSPSI, kami pastikan, aspirasi pekerja menjadi bagian penting dalam pembahasan RUU ini, sehingga regulasi yang lahir benar-benar melindungi pekerja, menjaga keberlanjutan usaha, dan menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia," lanjut Puan.
Dalam pembahasan RUU Ketenagakerjaan, Puan memastikan DPR akan membuka ruang meaningful participation untuk dapat memperoleh masukan yang berarti.
"Terkait dengan masukan-masukan terkait dengan UU Ketenagakerjaan kami DPR RI juga akan membuka diri untuk menerima masukan-masukan tersebut untuk bisa menerima hal tersebut sebagai meaninngful participation yang akan dimulai besok diterima oleh Komisi IX lalu Panja yang pertama, tentu saja itu bukan yang terakhir," ungkap perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
“Dan akan diteruskan dengan meaningful participation dengan teman-teman yang lain atau elemen masyarakat yang lain terkait dengan UU Ketenargakerjaan dikaitkan dengan putusan-putusan MK yang memang sudah ada," tutup Puan.
KEYWORD :
Ketua DPR Puan Maharani serikat pekerja RUU Ketenagakerjaan