
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu memberikan keterangan.
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pencairan kredit usaha pada PT Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha (Perseroda) tahun 2022 sampai dengan 2024.
Lima orang tersangka itu adalah Direktur Utama PT BPR Jepara Artha Jhendik Handoko; Direktur Bisnis dan Operasional BPR Jepara Artha Iwan Nursusetyo; Kepala Divisi Bisnis, Literasi dan Inklusi Keuangan BPR Jepara Artha Ahmad Nasir; Kepala Bagian Kredit BPR Jepara Artha Ariyanto Sulistiyono; dan Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang (BMG) Mohammad Ibrahim Al`asyari.
"Dalam tahap penyidikan, KPK telah melakukan pemeriksaan kepada para saksi, ahli, penggeledahan di beberapa lokasi rumah atau kantor dan penyitaan barang, aset, uang. KPK kemudian menetapkan lima orang sebagai tersangka," ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Kamis, 18 September.
KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap kelima tersangka selama 20 hari pertama, terhitung sejak hari ini sampai dengan 7 Oktober 2025.
"Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK," ungkap Asep
Kontruksi Perkara
Asep menjelaskan BPR Jepara Artha merupakan BUMD milik Pemerintah Kabupaten Jepara yang telah menerima penyertaan modal sebesar Rp24 miliar. Hingga 2024, bank tersebut menyumbangkan dividen kumulatif Rp46 miliar bagi Pemkab Jepara.
Pada 2021, Jhendik Handoko mulai melakukan ekspansi kredit usaha dengan sistem sindikasi, setelah sebelumnya hanya fokus pada kredit konsumtif pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara.
Dalam dua tahun berjalan, terjadi penambahan kredit usaha sekitar Rp130 miliar kepada dua grup debitur melalui 26 debitur terafiliasi. Namun, kredit tersebut memburuk hingga macet dan memukul kinerja BPR Jepara.
"Karena pencadangan kerugian penurunan nilai sebesar 100% (kolektibilitas macet) yang mengakibatkan Rugi pada laporan Laba Rugi," kata Asep.
Untuk menutup kerugian, pada awal 2022 Jhendik bersepakat dengan Mohammad Ibrahim Al`asyari mencairkan kredit fiktif. Dana dari kredit tersebut sebagian dipakai untuk menutup kredit macet, sementara sebagian lainnya digunakan Mohammad Ibrahim Al`asyari.
"Sebagai pengganti jumlah nominal kredit yang digunakan BPR Jepara Artha, Sdr JH menjanjikan penggantian berupa penyerahan agunan kredit yang kreditnya dilunasi dengan menggunakan dana kredit fiktif kepada MIA," kata Asep.
Selama April 2022 hingga Juli 2023, BPR Jepara Artha mencairkan 40 kredit fiktif senilai Rp263,6 miliar kepada pihak yang identitasnya digunakan oleh Mohammad Ibrahim Al`asyari.
Kredit dicairkan dengan tanpa dasar analisa yang sesuai dengan kondisi debitur yang sebenarnya. Debitur berpropesi sebagai pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, ojek online hingga pengangguran.
Mohammad Ibrahim Al`asyari dibantu oleh beberapa rekannya, yakni AM, JL, JT untuk mencari calon debitur yang mau dipinjam nama dengan dijanjikan fee rata-rata Rp100 juta per debitur.
Mereka juga menyiapkan dokumen pendukung yang diperlukan BPR Jepara Artha berupa perizinan, rekening koran fiktif, foto usaha milik orang lain dan dokumen keuangan yang di mark up agar mencukupi dan seolah-olah layak dalam analisa berkas Kredit BPR Jepara Artha.
Dalam merealisasikan kredit tersebut, Jhendhik Handoko meminta Iwan Nursusetto, Ahmad Nasir, dan Ariyanto Sulistiyoni untuk berkordinasi langsung dengan Mohammad Ibrahim Al`asyari. Mereka diminta memporoses kredit dengan menyiapkan dan memanipulasi dokumen-dokumen.
"Dokumen Analisa Kredit Debitur dimana dokumen perizinan dibuat tidak sesuai sebenarnya, perhitungan penghasilan di mark-up, foto usaha milik orang lain, debitur tidak memiliki agunan disiapkan oleh MIA dengan penilaian agunan di markup 10x lipat oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) agar mencukupi perhitungan kredit yang di mark-up (rata-rata per debitur dibuat perhitungan untuk cukup realisasi kredit 7 Miliar)," kata Asep.
Adapun dana kkredit dari debitur fiktif yang dicairkan, dibagi kedua pihak. Sebagian ditransfer ke Rekening Bank debitur, lalu ditransfer ke rekening Mohammad Ibrahim Al`asyari dengan menyisakan saldo Rp 100 Juta untuk fee debitur fiktif.
Sementara, sebagian lainnya mengendap di rekening simpanan debitur pada Bank Jepara dan dikelola oleh Ahmad Nasir. Dana tersebut kemusian ditarik dan dipindahkan ke rekening penampungan.
Selama periode April 2022 sampai dengan Juli 2023, telah direalisasikan 40 Debitur Fiktif dengan jumlah Plafond Kredit Rp 263,5 Miliar.
Dari jumlah tersebut digunakan untuk Biaya Provisi sebesar Rp 2,7 Miliar, biaya Premi Asuransi ke Jamkrida sebesar Rp 2,06 Miliar, dimana terdapat kickback ke Jhendik Handoko sebesar Rp 206 Juta, biaya notaris sebesar Rp 10 Miliar, dimana terdapat kickback ke Iwan Nursusetyo sebesar Rp 275 Juta dan ke Ahmad Nasir sebesar Rp 93 Juta
Selanjutnya, fee 40 Debitur Fiktif sebesar Rp 4,85 Miliar, sebesar Rp 95,2 Miliar digunakan oleh Jhendik atau manajemen BPR Jepara untuk memperbaiki performa kredit macet dengan membayar angsuran, pelunasan beberapa kredit bermasalah BPR Jepara.
"Serta digunakan JH untuk membeli Mobil Honda Civic Turbo dan mengambil Rp 1 Miliar. AN diminta JH untuk melakukan pencatatan dan pengelolaan seluruh penggunaan dana tersebut," kata Asep.
Kemudian sebesar Rp 150,4 Miliar, digunakan Mohammad Ibrahim Al`asyari untuk membeli tanah yang digunakan sebagai Agunan 40 debitur fiktif sekitar Rp 60 Miliar, angsuran kredit Rp 70 Miliar ,membeli aset kepentingan pribadi dan memutarkan dana agar seolah-olah untuk usaha beras.
"Bahwa dana kredit hanya diputarkan MIA ke rekening-rekening pribadi, PT BMG dan perusahaan lain agar tampak seperti transaksi trading beras," kata Asep.
Asep melanjutkan, terhadap realisasi kredit fiktif tersebut, MIA memberikan sejumlah uang kepada tersangka. Di antaranya, Jhendik Handoko sebesar Rp2,6 miliar, Iwan Nursusetyo sebesar Rp793 juta, Ahmad Nasir sebesar Rp637 juta, Ariyanto Sulistiyono sebesar Rp282 juta.
"Uang Umroh untuk JH,IN dan AN sebesar Rp 300 Juta," kata Asep.
KPK menyebut berdasarkan penghitungan oleh BPK RI, nilai kerugian negara yang terjadi dalam perkara ini sekurang-kurangnya mencapau Rp254 miliar.
KEYWORD :KPK Korupsi BPR Jepara Artha Kredit Fiktif Kerugian Negara