
Logo KPK
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Wakil Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor Syarif Hamzah Asyathry mengetahui aliran uang terkait dugaan korupsi kuota haji di Kementerian Agama.
Materi teraebut didalami penyidik KPK saat memeriksa Syarif sebagai saksi pada Kamis, 4 September 2025 lalu.
"Sejauh ini dugaan alirannya adalah ke pihak-pihak di lingkungan Kementerian Agama, sehingga pemeriksaan kepada yang bersangkutan adalah atas pengetahuan atau yang diketahuinya terkait dengan konstruksi perkara ini, khususnya terkait dengan dugaan aliran uang tersebut," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Kantornya, Jakarta, Rabu, 17 September 2025.
Budi mengatakan pemeriksaan terhadap Syarif dalam kaitannya sebagai individu, bukan lembaga. Meski begitu, kata dia, KPK tidak menutup kemungkinan untuk memeriksa pemimpin GP Ansor yang mengetahui konstruksi kuota haji tersebut.
"Jadi, nanti pihak-pihak siapa pun ya tidak dibatasi, penyidik memandang, menduga bahwa misalnya yang bersangkutan mengetahui dan memang keterangannya dibutuhkan, maka nanti bisa dilakukan pemanggilan untuk diminta yang keterangan," tutur Budi.
"Pada prinsipnya, saksi-saksi yang dipanggil dalam setiap perkara, termasuk dalam perkara kuota haji ini adalah untuk membantu proses penyidikan karena setiap informasi dan keterangannya dibutuhkan oleh penyidik untuk membuka lebih terang lagi dari konstruksi perkara kuota haji," pungkasnya.
Selain itu, penyidik juga mendalami Syarif perihal barang bukti yang sebelumnya diamankan dari rumah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas beberapa waktu lalu. Barang bukti yang didalami berupa dokumen dan Barang Bukti Elektronik (BBE).
Untuk diketahui, KPK mengusut kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama yang terjadi pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. KPK menyatakan akan menetapkan tersangka dalam waktu dekat.
Dalam perkara ini, KPK menduga terdapat penyelewengan dalam pembagian 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia.
Berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.
Dengan aturan itu, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus.
Namun dalam pelaksanaannya kuota haji tambahan sebanyak 20.000 itu justru dibagi dua, yaitu 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
KPK menyebut kuota haji tambahan yang dialihkan dari haji reguler ke haji khusus dijual dengan harga Rp 200 juta hingga Rp 300 juta. Bahkan kuota haji furoda dijual hingga menyentuh harga Rp 1 miliar.
KPK menduga ada pemberian fee dari pihak travel haji kepada oknum Kementerian Agama (Kemenag) untuk setiap kuota haji khusus yang terjual.
“Berapa besarannya? 2.600 sampai 7.000 (Dollar AS). Jadi 2.600 sampai 7.000 itu adalah selisihnya yang setor ke oknum di Kementerian Agama,” ucap Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur.
Berdasarkan perhitungan awal KPK, ditemukan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024 mencapai Rp1 triliun lebih.
KPK melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung angka pasti kerugian negara. KPK menyebut ada lebih dari 100 travel yang diduga terlibat dalam pengurusan kuota haji tambahan.
KEYWORD :KPK Korupsi Kuota Haji Kementerian Agama GP Ansor Syarif Hamzah Asyathry