
Tim juru bicara KPK, Budi Prasetyo saat memberikan keterangan di gedung Merah Putih KPK.
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang memeriksa petinggi Gerakan Pemuda (GP) Ansor dalam kasus dugaam korupsi kuota haji dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024.
Peluang itu terbuka setelah sebelumnya KPK memeriksa Wakil Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat GP Ansor Syarif Hamzah Asyathry pada Kamis, 4 September 2025.
KPK tidak akan pandang bulu dalam mengusut tuntas kasus korupsi. Lembaga antikorupsi tak segan memanggil dan memeriksa pihak-pihak yang diduga mengetahui perkara.
"Sejauh ini pemanggilannya adalah kepada pihak-pihak yang memang diduga mengetahui konstruksi perkaranya. Jadi nanti pihak-pihak siapa pun ya, tidak dibatasi. Artinya, penyidik memandang, menduga bahwa misalnya yang bersangkutan mengetahui dan memang keterangannya dibutuhkan, maka nanti bisa dilakukan pemanggilan untuk diminta yang keterangan," tegas Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan, Rabu, 17 September 2025.
Setiap saksi yang dipanggil KPK, diduga banyak mengetahui mengenai perkara ini. Termasuk soal aliran uang korupsi kuota haji yang merugikan negara hingga Rp1 triliun.
Oleh karena itu, setiap saksi yang dipanggil sangat dibutuhkan keterangannya untuk membuat terang kontruksi perkara korupsi kuota haji.
"Keterangannya dibutuhkan oleh penyidik untuk membuka lebih terang lagi dari konstruksi perkara kuota haji ini," kata Budi.
Sejauh ini, KPK masih menyelisik aliran uang korupsi kuota haji kepada pihak-pihak di Kementerian Agama. Hal itu menjadi salah satu yang didalami penyidik saat memeriksa Syarif Hamzah Asyathry.
"Pemeriksaan kepada yang bersangkutan adalah atas pengetahuan atau yang diketahuinya terkait dengan konstruksi perkara ini, khususnya terkait dengan dugaan aliran uang tersebut," ucap Budi.
Untuk diketahui, KPK mengusut kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama yang terjadi pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Dalam perkara ini, KPK menduga terdapat penyelewengan dalam pembagian 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia.
Berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.
Dengan aturan itu, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus.
Namun dalam pelaksanaannya kuota haji tambahan sebanyak 20.000 itu justru dibagi dua, yaitu 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
KPK menyebut kuota haji tambahan yang dialihkan dari haji reguler ke haji khusus dijual dengan harga Rp 200 juta hingga Rp 300 juta. Bahkan kuota haji furoda dijual hingga menyentuh harga Rp 1 miliar.
KPK menduga ada pemberian fee dari pihak travel haji kepada oknum Kementerian Agama (Kemenag) untuk setiap kuota haji khusus yang terjual.
“Berapa besarannya? 2.600 sampai 7.000 (Dollar AS). Jadi 2.600 sampai 7.000 itu adalah selisihnya yang setor ke oknum di Kementerian Agama,” ucap Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur.
Berdasarkan perhitungan awal KPK, ditemukan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024 mencapai Rp1 triliun lebih.
KPK melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung angka pasti kerugian negara. KPK menyebut ada lebih dari 100 travel yang diduga terlibat dalam pengurusan kuota haji tambahan.
KEYWORD :KPK Korupsi Kuota Haji Kementerian Agama Travel Haji Yaqut Cholil GP Ansor