
Tangkapan layar calon hakim agung, Suradi saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI. (YouTube TVR Parlemen)
Jakarta, Jurnas.com - Calon Hakim Agung Suradi menjalani uji kelayakan dan kepatutan (Fit and Proper Test) di Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (15/9).
Dalam kesempatan itu, Suradi merespons pertanyaan soal urgensi hukuman mati dalam sistem peradilan. Menurut dia, pidana khusus berupa penjatuhan hukuman mati masih diperlukan kepada pelaku yang benar-benar melakukan kejahatan serius.
"Menurut saya itu pidana khusus ini memang sebagai jalan tengah untuk mengantisipasi, dalam hal tertentu memang masih perlu dijatuhkan," ujarnya.
Suradi melanjutkan, hukuman mati masih tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukuman mati itu tidak masuk sebagai pidana pokok, melainkan pidana khusus.
Selain itu, menurut dia, International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) pun menyebut bahwa hukuman mati masih bisa dijatuhkan terhadap kejahatan yang tergolong most serious crime.Misalnya, kata dia, ada pelaku kejahatan yang memutilasi korban hingga memisahkan anggota tubuh.
"Nah itu hukum pidana kita memberikan ruang, dalam arti memang pidana itu kan memang track pertama untuk melindungi masyarakat juga memenuhi perlindungan pada individu," kata Suradi.
Dasco: DPR Belum Terima Supres Calon Kapolri
Dia juga menjelaskan KUHP saat ini mengatur bahwa hukuman mati harus diikuti pidana percobaan selama 10 tahun penjara. Artinya, kata dia, pembinaan masih dijalankan terhadap narapidana hukuman mati selama 10 tahun lamanya.
"Selama 10 tahun itu apakah yang bersangkutan baik apa tidak, kalau memang perbuatannya baik dan menyesali perbuatannya, ada kemungkinan untuk digeser dan diubah menjadi pidana seumur hidup," tandasnya.
KEYWORD :
Warta DPR Komisi III fit and proper test Suradi calon hakim agung