
Ilustrasi - lafadz Nabi Muhammad SAW (Foto: Pexels/Necati Ömer Karpuzoğlu)
Jakarta, Jurnas.com - Rasa hina, terpuruk, atau kehilangan harga diri adalah bagian dari perjalanan hidup yang pernah dialami setiap manusia. Entah karena dosa, kegagalan, atau perlakuan tidak adil dari sesama, luka batin itu kerap menetap lebih lama dari yang terlihat.
Namun Islam tidak membiarkan umatnya tenggelam dalam perasaan hina tersebut. Melalui tuntunan Nabi Muhammad ﷺ, Islam menawarkan jalan keluar yang penuh kemuliaan dan harapan.
Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa langkah awal untuk kembali dimuliakan adalah dengan bertaubat. Dalam sabdanya beliau berkata, “Setiap anak Adam pasti melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi)
Taubat bukan sekadar penyesalan, melainkan proses memulihkan kehormatan diri di hadapan Allah. Dengan hati yang jujur dan tekad untuk memperbaiki diri, dosa yang menjatuhkan akan berubah menjadi pelajaran yang menguatkan.
Dari taubat, Nabi ﷺ mengarahkan umatnya untuk terus menumbuhkan harga diri melalui amal saleh. Ketaatan seperti shalat, sedekah, dan menolong sesama bukan hanya bernilai pahala, tetapi juga membangun rasa percaya diri yang hakiki.
Allah menegaskan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (QS. Al-Hujurat: 13) Artinya, kehormatan tidak datang dari status sosial, tetapi dari ketundukan kepada-Nya.
Seiring dengan itu, Rasulullah ﷺ mendorong agar umat Islam tidak merendahkan diri dengan bergantung kepada manusia. Beliau bersabda, “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Melalui hadis ini, Nabi ﷺ menanamkan bahwa martabat terjaga dengan kemandirian dan kerja keras. Islam tidak membenarkan budaya meminta-minta, apalagi menjadikan belas kasihan orang lain sebagai sandaran hidup.
Namun kemandirian itu harus tetap berpijak pada keyakinan penuh kepada Allah. Tawakal menjadi fondasi utama agar seorang hamba tidak goyah ketika penilaian manusia tak sejalan dengan upayanya.
Dengan bersandar pada Allah, kehormatan diri tidak akan ditentukan oleh pujian atau hinaan dari luar. Sebab kemuliaan sejati berasal dari sisi-Nya, bukan dari penampilan atau penilaian dunia.
Ajaran ini tidak hanya berupa teori, tetapi telah diwujudkan dalam sosok sahabat seperti Bilal bin Rabah. Dulu ia hanyalah seorang budak berkulit hitam yang dihina oleh masyarakat Quraisy karena memeluk Islam.
Namun karena keteguhannya, Rasulullah ﷺ memuliakan Bilal dan menjadikannya muazin pertama dalam sejarah Islam. Bahkan Nabi ﷺ bersabda bahwa beliau mendengar suara langkah Bilal di surga.
Kisah Bilal membuktikan bahwa Islam tidak menilai manusia dari latar belakang atau asal-usulnya. Yang diangkat derajatnya adalah mereka yang jujur dalam iman dan setia dalam ketaatan.
Maka, ketika seseorang merasa hina karena dosa atau kegagalan, jalan keluarnya bukan dengan tenggelam dalam penyesalan, tetapi kembali pada ajaran Nabi ﷺ. Islam adalah agama yang membimbing manusia dari kehinaan menuju kemuliaan, bukan sebaliknya.
Dengan bertaubat, beramal saleh, menjaga kemandirian, dan bertawakal, seorang Muslim akan menemukan kembali harga dirinya yang sejati. Sebab dalam pandangan Islam, tidak ada kehinaan yang kekal bagi mereka yang mau kembali kepada Allah. (*)
Wallahu`alam
KEYWORD :Islam Harga Diri Solusi Nabi Muhammad Motivasi Islami