
Ilustrasi kesepian (foto: Doknet)
Jakarta, Jurnas.com - Kesepian bukan lagi sekadar perasaan yang menyakitkan. Sebuah studi berskala besar menunjukkan bahwa rasa terputus dari koneksi sosial dapat memicu gangguan serius pada tubuh, bahkan mempercepat kematian.
Penelitian yang dipublikasikan di Nature Human Behaviour ini melibatkan lebih dari 42.000 orang dewasa dan menganalisis ribuan protein dalam darah mereka. Para peneliti menemukan bukti kuat bahwa kesepian dan isolasi sosial mengubah jalur biologis penting yang berhubungan dengan kekebalan, metabolisme, dan fungsi otak.
Temuan ini menjelaskan bagaimana pengalaman sosial bisa merambat hingga ke sistem kekebalan dan metabolisme tubuh. Dengan kata lain, tubuh merespons kesepian layaknya ancaman biologis.
Rumahnya Dipenuhi Kotoran Anjing, Penggemar Cemas Kesehatan Mental Britney Spears Terganggu
Peneliti utama Chun Shen dari University of Cambridge menyebut bahwa mereka berhasil menemukan “sidik jari” biologis dari kesepian dalam darah manusia. Beberapa protein bahkan diketahui meningkat secara langsung akibat rasa sepi yang berkepanjangan.
Untuk membuktikan hubungan sebab-akibat, tim menggunakan pendekatan genetika bernama Mendelian randomization, yang memanfaatkan variasi genetik alami untuk melihat apakah kesepian memicu perubahan protein. Hasilnya, lima protein diketahui secara langsung terdampak oleh kesepian dan juga berperan dalam munculnya penyakit.
Salah satu protein yang paling menonjol adalah adrenomedullin (ADM), yang dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung, stroke, dan kematian. Menariknya, ADM juga berpengaruh pada struktur otak, terutama di area yang mengatur emosi dan sinyal tubuh seperti insula dan caudate kiri.
Penurunan volume di bagian otak ini tidak berarti kerusakan permanen, tapi menunjukkan keterkaitan yang jelas antara kondisi sosial dan struktur otak manusia. Kesepian, dalam konteks ini, bisa membentuk ulang cara tubuh dan otak bekerja dalam jangka panjang.
Protein lain seperti ASGR1 juga ikut terlibat, yang sebelumnya diketahui berperan dalam metabolisme kolesterol dan penyakit jantung. Studi ini menunjukkan bahwa kesepian bisa menaikkan kadar ASGR1, menambah lapisan sosial terhadap risiko biologis yang sudah dikenal.
Dari seluruh protein yang terlibat, hampir 90 persennya juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian. Lebih dari separuh di antaranya terkait langsung dengan risiko penyakit jantung, stroke, atau diabetes tipe 2 di masa depan.
Meski pendekatan genetika tidak sepenuhnya bebas dari bias, kombinasi antara data genetik, biomarker darah, catatan kesehatan jangka panjang, dan pencitraan otak membuat bukti ini sulit diabaikan. Semuanya menunjuk pada satu hal: kesepian adalah faktor risiko biologis yang nyata.
WHO pun telah menetapkan krisis kesepian ini sebagai prioritas kesehatan global. Mereka membentuk komisi khusus selama tiga tahun untuk mendorong negara-negara bertindak.
Framing ini penting karena kesepian ternyata bukan hanya masalah psikologis, melainkan faktor pemicu berbagai penyakit kronis yang bisa dicegah. Sosial koneksi, dalam hal ini, sama vitalnya dengan menjaga tekanan darah atau kadar kolesterol.
Meski protein seperti ADM atau ASGR1 belum menjadi target klinis rutin, studi ini membuka peluang baru untuk deteksi dini. Bahkan saat ini, kesepian sudah layak dianggap sebagai faktor risiko yang bisa dimodifikasi secara sistematis.
Upaya pencegahan bisa dimulai dari sistem kesehatan yang menyaring gejala kesepian, hingga intervensi berbasis komunitas untuk membangun kembali koneksi sosial. Karena jelas, mengobati kesepian bisa berarti menyelamatkan nyawa. (*)
Sumber: Earth
KEYWORD :Kesepian isolasi sosial penyakit jantung stroke adrenomedullin Kesehatan mental