Sabtu, 13/09/2025 14:18 WIB

Beginilah Hukuman Koruptor di Akhirat Menurut Islam

Korupsi adalah kejahatan yang tidak hanya melanggar hukum negara, tetapi juga mencederai keadilan sosial dan amanah publik. Dalam perspektif Islam, tindakan ini termasuk dosa besar yang mendatangkan hukuman berat di akhirat.

Ilustrasi - Koruptor (Foto: Pexels/Tima Miroshnichenko)

Jakarta, Jurnas.com - Korupsi adalah kejahatan yang tidak hanya melanggar hukum negara, tetapi juga mencederai keadilan sosial dan amanah publik. Dalam perspektif Islam, tindakan ini termasuk dosa besar yang mendatangkan hukuman berat di akhirat.

Korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan, aset, atau kepercayaan publik untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Bentuknya bisa berupa suap, penggelapan, pemerasan, hingga manipulasi anggaran.

Dikutip dari laman Nahdlatul Ulama, Islam mengecam keras segala bentuk pengambilan harta secara zalim, baik dari individu maupun milik umum. Perbuatan semacam ini digolongkan sebagai ghulul, yaitu pengkhianatan terhadap amanah yang dipercayakan kepadanya.

Salah satu ayat yang sering dijadikan dasar ancaman bagi pelaku korupsi adalah firman Allah dalam QS. An-Nisa ayat 10:
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”

Meskipun ayat ini secara spesifik menyebut harta anak yatim, para ulama sepakat bahwa hukumnya berlaku umum terhadap segala bentuk pengambilan harta milik orang lain secara tidak sah. Korupsi termasuk di dalamnya karena esensinya adalah memakan harta masyarakat secara zalim.

Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa orang yang memakan hak orang lain akan dibakar dalam api neraka dengan pembakaran yang paling dahsyat. Ini adalah hukuman setimpal bagi perbuatan yang melukai banyak orang secara diam-diam.

Ancaman ini tidak hanya terdapat dalam Al-Qur’an, tapi juga ditegaskan dalam hadits shahih. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah salah seorang dari kalian mengambil harta tanpa haknya, kecuali pada hari kiamat ia akan memikulnya di atas tengkuknya. Jika korupsinya berupa unta, ia memikulnya dan unta itu mengeluarkan suara; jika berupa sapi, maka sapi itu melenguh; jika kambing, kambing itu mengembik.”
(HR. Al-Bukhari)

Hadits ini menggambarkan dengan sangat nyata bahwa harta haram yang dikorupsi akan kembali kepada pelakunya sebagai beban aib di hari kiamat. Bahkan jika yang dikorupsi adalah bahan bangunan, ia akan memikul batu, aspal, besi, atau tiang-tiang jembatan di hadapan seluruh makhluk.

Syekh Badruddin Al-‘Aini menjelaskan dalam syarahnya bahwa larangan “la yaghullu” berarti larangan keras berkhianat, mengambil yang bukan hak dengan cara kecurangan atau penyelewengan. Ini mencakup seluruh bentuk tindakan korupsi, baik besar maupun kecil.

Dalam QS Ali Imran ayat 161, Allah kembali memperingatkan:
"Barang siapa yang berkhianat, niscaya pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian, setiap orang akan diberi balasan secara sempurna sesuai apa yang mereka lakukan dan mereka tidak dizalimi."

Masih dikutip dari laman Nahdlatul Ulama, menurut Syekh Al-Wahidi, pelaku korupsi akan datang pada hari kiamat dengan membawa harta hasil kejahatannya di atas punggungnya. Harta itu tidak hanya menjadi beban fisik, tapi juga mempermalukannya di hadapan semua makhluk Allah.

Imam Syaukani dalam Fathul Qadir memperkuat hal ini. Ia menyebut bahwa peristiwa tersebut akan terjadi di padang Mahsyar, disaksikan oleh manusia, jin, dan malaikat, sebagai bentuk hukuman sosial dan spiritual yang mengerikan.

Korupsi, dalam pandangan Islam, adalah dosa yang melibatkan dua sisi: kezaliman kepada sesama dan pengkhianatan terhadap Allah. Karena itulah pelakunya tidak hanya dihisab, tapi juga dipermalukan sebelum diadili.

Islam sangat tegas dalam urusan harta. Siapa pun yang diberi tanggung jawab mengelola harta umat—baik berupa kas negara, dana sosial, atau wakaf—tidak boleh mengkhianatinya, walau satu sen.

Jika pelaku korupsi tidak bertobat dengan sungguh-sungguh, mengembalikan hak yang ia ambil, dan memperbaiki kezaliman yang ia timbulkan, maka azab akhirat adalah kepastian. Tobat pun tidak cukup hanya dengan lisan, tetapi harus disertai tindakan nyata.

Sementara di dunia pelaku bisa menyuap atau memanipulasi hukum, di akhirat semua perbuatan akan disaksikan dan diadili tanpa kompromi. Tak ada pengacara, tak ada pengaruh, tak ada penundaan proses hukum.

Korupsi tidak hanya merusak sistem, tapi juga mencemari jiwa. Ia menjadikan manusia tamak, menormalisasi kebohongan, dan mematikan rasa malu.

Di Indonesia, korupsi diatur oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hukumannya bisa berupa penjara, denda, dan pengembalian kerugian negara.

Belakangan ini, pemerintah Indonesia dan DPR RI kembali getol mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset. RUU ini bertujuan agar negara bisa segera mengambil kembali aset hasil korupsi, bahkan sebelum vonis dijatuhkan, demi menyelamatkan hak publik.

Namun, bagi seorang Muslim, hukuman di dunia seharusnya menjadi pengingat untuk menghindari hukuman akhirat yang jauh lebih pedih. Karena di akhirat, tak ada yang bisa disembunyikan. (*)

Wallahu`alam

KEYWORD :

Azab Koruptor Islam Korupsi Akirat Hukuman koruptor dalam Islam




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :