
Ilustrasi glue gun (Foto: Earth)
Jakarta, Jurnas.com - Sebuah glue gun yang biasa ditemukan di ruang kerajinan kini bisa menjadi alat bedah yang menjanjikan. Para peneliti berhasil mengadaptasi alat ini untuk mengisi celah tulang yang rusak secara langsung di ruang operasi.
Dalam kasus tulang yang hancur akibat trauma atau operasi pengangkatan tumor, dokter biasanya dihadapkan pada dua pilihan: cangkok tulang dari pasien atau donor, atau menggunakan implan sintetis. Meski teknologi 3D printing telah membawa kemajuan besar, prosesnya memakan waktu berhari-hari dan tidak ideal untuk operasi mendesak.
Sebaliknya, glue gun ini memungkinkan dokter "menggambar" implan secara langsung ke dalam rongga tulang. Bahan yang digunakan berupa filamen komposit HA–PCL yang mengeras dalam hitungan detik dan bisa dibentuk mengikuti kontur luka yang tidak beraturan.
Teknologi ini memberi keunggulan dalam hal kecepatan dan presisi. Implan dapat dibuat saat itu juga, tanpa perlu menunggu pencetakan atau sterilisasi seperti pada implan 3D konvensional.
Lebih dari sekadar pengisi struktur, bahan ini juga dirancang untuk mendukung pertumbuhan tulang baru. Berbeda dengan semen tulang tradisional seperti PMMA yang bersifat inert, komposit HA–PCL bisa dikolonisasi oleh sel tulang dan secara bertahap diserap tubuh.
Menariknya, filamen juga bisa diperkaya dengan antibiotik seperti vancomycin atau gentamicin sebelum digunakan. Dalam uji laboratorium, antibiotik tersebut dilepaskan perlahan ke area luka, memberikan perlindungan lokal terhadap infeksi tanpa meningkatkan kadar obat di seluruh tubuh.
Untuk membuktikan efektivitasnya, peneliti menciptakan celah sepanjang satu sentimeter di tulang paha kelinci—ukuran yang sulit sembuh tanpa intervensi. Setelah 12 minggu, volume tulang baru yang terbentuk dua kali lebih banyak dibandingkan dengan pengisi tradisional.
Tidak ditemukan reaksi buruk atau pemisahan antara tulang dan implan, menandakan bahwa material ini kompatibel secara biologis. Hasil ini menunjukkan bahwa glue gun medis bukan hanya solusi cepat, tapi juga mendukung regenerasi jaringan secara alami.
Meski begitu, masih ada tantangan yang harus dihadapi sebelum alat ini bisa digunakan secara luas. Salah satunya adalah kontrol panas saat aplikasi, terutama di dekat jaringan sensitif atau struktur vital.
Selain itu, kekuatan mekanis bahan mungkin belum cukup untuk menahan beban tinggi pada tulang panjang. Dalam kasus seperti ini, kemungkinan tetap dibutuhkan bantuan plat atau pen untuk stabilisasi tambahan.
Aspek regulasi juga menjadi perhatian, karena perangkat ini awalnya bukan alat medis. Untuk digunakan di ruang operasi, glue gun harus memenuhi standar suhu, aliran bahan, dan sterilisasi yang ketat.
Namun, keunggulan alat ini justru terletak pada kesederhanaan dan fleksibilitasnya di lapangan. Dalam sekali operasi, dokter bisa membersihkan luka, membentuk implan, menyuntikkan antibiotik lokal, dan meninggalkan struktur yang akan diserap tubuh seiring waktu.
Teknik ini juga selaras dengan keterampilan yang sudah dimiliki oleh ahli bedah ortopedi dan maksilofasial. Dengan pengembangan lebih lanjut, platform ini bisa digunakan dengan filamen khusus—lebih kaku, lebih cepat larut, atau bahkan mengandung sel hidup.
Di masa depan, prosedur ini dapat digabungkan dengan pemindaian langsung di ruang operasi, menghasilkan implan yang cepat namun tetap presisi. Pendekatan ini berpotensi menggabungkan keunggulan desain kustom dengan kecepatan intervensi langsung.
Untuk saat ini, penemuan ini menunjukkan bahwa alat sederhana pun bisa menjadi terobosan besar dalam bedah rekonstruktif. Dengan waktu pembuatan hitungan menit, glue gun medis bisa menjadi pembeda antara sekadar menutup luka atau benar-benar menumbuhkan kembali tulang yang hilang. (*)
Penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Device. Sumber: Earth
KEYWORD :Glue Gun Medis Tulang hancur Alat bedah filamen komposit HA–PCL