
Program prioritas nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) (Foto: Jurnas/Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Program Makan Gizi (MBG) terus menjadi sorotan publik. Lahir di bawah pemerintahan Prabowo Subianto, kebijakan ini menuai pro dan kontra karena menyedot anggaran negara hingga Rp335 triliun pada tahun 2025, dengan target menjangkau 82,9 juta penerima manfaat.
Meski bertujuan menekan angka stunting dan malnutrisi, berbagai persoalan muncul dalam pelaksanaannya, seperti kasus keracunan massal hingga menu dinilai belum sesuai standar gizi, situasi ini membuat beberapa pihak menilai program tersebut perlu evaluasi serius agar tidak sekedar menghabiskan anggaran negara tanpa hasil signifikan.
Di tengah sorotan itu, pemerintah tetap optimis menjalankan program ini. MBG dinilai sebagai investasi jangka panjang untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga implementasinya terus dipercepat dan diluaskan meski menghadapi berbagai kendala di lapangan.
Resmi berjalan sejak 6 Januari 2025, program MBG diterapkan secara bertahap di seluruh jenjang pendidikan, dari PAUD hingga SMA/Sederajat. Badan Pusat Statistik menemukan, anak-anak dengan gizi buruk rata-rata mendapatkan nilai ujian 20% lebih rendah dengan anak-anak yang mendapatkan gizi seimbang. Hal ini menunjukkan siswa dengan status gizi baik akan mempunyai kinerja akademik yang lebih unggul dibandingkan mereka yang malnutrisi.
Kebijakan makan siang gratis ini bukan sesuatu yang baru. Filandia, Brasil, dan Jepang telah lebih dulu menjalankan program ini. Di negara tersebut, MBG sudah menjadi kebijakan puluhan tahun dan telah dianggap sebagai hak standar masyarakat.
Makan Bergizi Gratis Di Filandia
Filandia dikenal sebagai negara pelopor makan bergizi gratis. Lebih dari tujuh dekade lalu, mereka telah mamastikan setiap anak mendapatkan makanan bergizi di sekolah, pemerintah bahkan menjadikan MBG sebagai sistem pendidikan nasional sejak 1948.
Program ini tidak hanya memenuhi kebutuhan gizi anak sejak usia dini, tapi juga turut menjadi instrumen mendukung proses belajar dengan menyediakan nutrisi yang optimal. Hal ini kemudian menciptakan kualitas generasi pelajar sehat dan berprestasi.
Di Filandia, implementasi program ini ditetapkan dengan standar nasional yang ketat dan terorganisir dengan sistem pengawasan terpadu. Pedoman nutrisi direkomendasikan oleh Dewan Nutrisi Nasional. Terdapat laporan secara rutin dari sekolah dan pemerintahan daerah kepada lembaga pusat untuk menjaga konsistensi pelayanan di seluruh wilayah.
Menu yang disajikan dalam program ini terdiri dari makanan utama, sayur, roti, dan segelas susu, sesuai dengan rekomendasi gizi nasional. Pendekatan ini dapat menumbuhkan rasa setara dalam diri anak tanpa membedakan latar ekonomi. Dampaknya tidak hanya pada kesehatan, tetapi tercipta lingkungan belajar yang setara dan bebas dari stigma.
Makan Bergizin Gratis di Brasil
Program Nacional de Alimentação Escolar (PNAE) merupakan program makan siang gratis di Brasil yang sudah berjalan sejak 1955. Lebih dari 40 juta siswa sekolah negeri setiap hari mendapat jatah makan siang bergizi.
Program ini tidak hanya memperbaiki gizi anak tapi juga memberdayakan petani kecil, karena 30 persen anggaran pangan sekolah wajib dibelanjakan pada produk pertanian keluarga lokal. Selain itu, kebijakan ini berhasil menurunkan angka obesitas lewat makan gratis di sekolah.
Menu makanan program ini disusun oleh ahli gizi, berisi nasi, kacang hitam, sayuran, buah, hingga protein hewani yang sesuai dengan ketersediaan lokal. Pengawasan program dilakukan oleh dewan sekolah juga melibatkan masyarakat sehingga bersifat transparant. PBB bahkan mengakui PNAE sebagai salah satu model terbaik dunia dalam mengintegrasikan gizi, pendidikan, dan ketahanan pangan.
Saat ini telah ada 98 negara yang bergabung dalam asosiasi negara pemberi makan bergizi gratis di sekolah (School Meals Coalition) yang diketuai oleh Brasil dengan misi meningkatkan skala program dan memastikan setiap anak mendapatkan makanan sehat dan bergizi di sekolah hingga tahun 2030 mendatang.
Makan Bergizi Gratis di Jepang
Jepang juga memiliki tradisi makan siang sekolah yang dikenal dengan Kyūshoku. Program ini sudah ada dan diterapkan di Jepang lebih dari 100 tahun yang lalu, sejak 1899 dengan tujuan membantu anak-anak dari keluarga miskin. Kemudian tahun 1954, kebijakan ini diresmikan melalui Undang-Undang Makan Siang Sekolah.
Menu standar Kyūshoku terdiri dari satu hidangan utama seperti semur, mi, atau sup, ditambah lauk pendamping berupa salad, sayuran, atau daging, serta susu murni sebagai minuman. Sebagai penutup, disajikan buah, puding, atau kudapan manis lain seperti kue dan mochi. Menu berganti setiap hari, mulai dari ayam goreng, sup ikan, hingga kari khas Jepang sehingga anak-anak selalu mendapatkan variasi gizi yang seimbang sekaligus menarik.
Melalui kyūshoku, siswa Jepang tak hanya mendapat asupan gizi, tetapi juga pelajaran tentang nutrisi, pola makan sehat, kebersihan, dan kerja sama. Anak-anak turut dilibatkan untuk bertugas melayani teman sekelas, lalu makan bersama di ruang kelas. Setelah selesai, mereka membereskan peralatan makan sendiri sebelum diserahkan kembali ke dapur untuk dicuci staf sekolah.
Walaupun begitu, program ini tidak sepenuhnya gratis karena orang tua tetap diharuskan membayar untuk mendukung terlaksananya program Kyūshoku, namun biaya yang dikeluarkan pun sangat terjangkau.
(Bunga Adinda/Magang berkontribusi pada artikel ini)
KEYWORD :Program MBG Prabowo Subianto Indonesia Emas