
Abigail Limuria (sebelah kiri, perempuan yang mengenakan topi berwarna hijau bertuliskan Palestine) saat mendatangi Gerbang Pancasila Kompleks DPR RI di Senayan, Jakarta pada Jumat (4/9/2025) untuk menyampaikan dokumen fisik 17+8 tuntutan rakyat ke DPR (Foto: Agus Mughni/Jurnas.com)
Jakarta, Jurnas.com - Abigail Limuria tengah menjadi sorotan setelah tampil sebagai narasumber dalam pemberitaan internasional. Ia berbicara mengenai gelombang demonstrasi yang menolak sejumlah kebijakan Dewan Perwakilan Rakyat, sekaligus menyuarakan keresahan masyarakat secara terbuka.
Kehadirannya di media seperti Al Jazeera English dan DW News menandai pergeseran wajah aktivisme Indonesia. Abigail tampil dengan pendekatan yang komunikatif, menjembatani isu-isu politik dengan bahasa generasi muda.
Lantas, siapa sebenarnya Abigail Limuria dan bagaimana ia bisa menjadi representasi suara rakyat di panggung global? Pertanyaan ini mengemuka di tengah meningkatnya perhatian publik terhadap peran anak muda dalam demokrasi Indonesia.
Dikutip dari berbagai sumber, Lahir di Jakarta pada 10 November 1994, Abigail menempuh pendidikan tinggi di Biola University, Amerika Serikat. Ia mengambil studi Media and Cinema Arts, yang membentuk perspektif kritis dan kemampuan naratifnya dalam mengangkat isu sosial.
Sekembalinya ke tanah air, Abigail membangun platform yang memadukan edukasi politik dan pendekatan budaya populer. Salah satu karya pentingnya adalah What Is Up Indonesia (WIUI), media independen berbahasa Inggris yang menyajikan isu politik secara ringan dan visual.
WIUI menjadi alat bagi generasi muda untuk memahami dinamika politik tanpa harus merasa terintimidasi. Melalui gaya pop culture dan humor, Abigail menjadikan isu serius terasa relevan dan membumi.
Selain itu, ia terlibat dalam program Bijak Memilih yang digagas bersama komunitas Think Policy. Gerakan ini mengedukasi pemilih muda melalui informasi objektif mengenai calon legislatif, partai, serta forum diskusi di lingkungan kampus.
Di luar bidang politik, Abigail juga aktif dalam pemberdayaan perempuan. Ia bersama Grace Kadiman menggagas Lalita Project yang kemudian melahirkan buku “Lalita: 51 Cerita Perempuan Hebat di Indonesia” pada 2019.
Komitmen Abigail terhadap perubahan sosial makin terlihat saat ia terlibat dalam gerakan 17+8 Tuntutan Indonesia Berbenah. Gerakan ini merupakan konsolidasi masyarakat sipil, aktivis muda, dan komunitas lintas sektor yang mendesak reformasi melalui demonstrasi damai.
Pada 4 September 2025, ia bersama sejumlah tokoh muda menyerahkan tuntutan tersebut di depan Gedung DPR RI. Dalam dokumen itu termuat aspirasi rakyat terkait demokrasi, keadilan sosial, dan keberlanjutan lingkungan.
Isi tuntutan mencakup permintaan akan transparansi legislasi, jaminan kebebasan berpendapat, hingga akses pendidikan dan kesehatan yang merata. Abigail tampil sebagai juru bicara yang menjembatani bahasa massa dengan narasi strategis.
Abigail juga menggarisbawahi makna demonstrasi sebagai bentuk partisipasi, bukan sekadar penolakan. Ia menekankan bahwa generasi muda ingin terlibat, bukan hanya menjadi objek kebijakan.
Ia juga menjelaskan keresahan publik dari sudut pandang warga negara yang peduli terhadap masa depan demokrasi. Pernyataannya dinilai berani karena disampaikan tanpa retorika kosong, melainkan berdasarkan fakta dan pengalaman lapangan.
Respons publik terhadap Abigail cukup luas, baik di dalam maupun luar negeri. Sosoknya dinilai merepresentasikan gelombang baru aktivisme yang cerdas, kreatif, dan berpihak pada rakyat.
Gaya komunikasinya yang sederhana namun kuat membuat pesan-pesan kompleks menjadi mudah dicerna. Hal inilah yang menjadikan Abigail relevan di tengah lanskap politik yang sering kali terputus dari suara masyarakat.
Lebih dari sekadar aktivis, Abigail adalah penggerak yang membangun ruang diskusi inklusif dan memberdayakan. Ia menggunakan media, buku, dan aksi publik untuk memperluas akses terhadap informasi dan keadilan.
Dengan latar belakang media dan pengalaman internasional, Abigail memahami pentingnya menjahit pesan dengan strategi komunikasi yang tepat sasaran. Ia membuktikan bahwa aktivisme bisa hadir tanpa kekerasan, tetapi tetap mengguncang.
Kini, namanya tidak hanya dikenali sebagai tokoh muda nasional, tetapi juga sebagai representasi suara Indonesia di forum global. Kiprahnya menunjukkan bahwa perubahan sosial dapat dimulai dari narasi yang kuat dan aksi yang terarah. (*)
KEYWORD :Profil Abigail Limuria Aktivis Muda Indonesia Sorotan Media Internasional Tuntutan Rakyat