Sabtu, 06/09/2025 01:40 WIB

Kisah Kelahiran Nabi Muhammad, Cahaya di Tengah Kegelapan

Peringatan Maulid Nabi, yang pada tahun ini jatuh pada Jumat, 5 September 2025 atau bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1447 H, menjadi momen istimewa untuk kembali mengenang kelahiran sang pembawa rahmat.

Ilustrasi lafadz Nabi Muhammad SAW (Foto: Pexels/Mutefekkirane)

Jakarta, Jurnas.com - Ketika dunia diliputi kezaliman dan kebodohan atau terkenal dengan sebutan zaman zahiliyyah, seorang bayi lahir di tanah gersang Makkah. Ia kelak menjadi sosok yang membawa cahaya peradaban dan kasih sayang bagi seluruh alam, rahmatan lil alamin. Itulah Nabi Muhammad SAW, sang utusan terakhir yang lahir pada hari Senin, 12 Rabiul Awal tahun Gajah.

Peringatan Maulid Nabi, yang pada tahun ini jatuh pada Jumat, 5 September 2025 atau bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1447 H, menjadi momen istimewa untuk kembali mengenang kelahiran sang pembawa rahmat. Bukan sekadar sejarah, tetapi juga sebagai pengingat arah hidup umat Islam di zaman yang semakin kompleks.

Rasulullah SAW dilahirkan dari pasangan Abdullah bin Abdul Muthalib dan Aminah binti Wahab. Sejak dalam kandungan, beliau sudah menjadi yatim. Sang ayah wafat sebelum sempat melihat buah hatinya, meninggalkan tanggung jawab besar di tangan sang ibu dan kakek, Abdul Muthalib. Kasih sayang Abdul Muthalib begitu dalam kepada cucunya, sebelum akhirnya pengasuhan dilanjutkan oleh Abu Thalib, sang paman.

Kelahiran Nabi Muhammad SAW tidak terjadi dalam keheningan biasa. Ia bertepatan dengan sebuah peristiwa monumental yang diabadikan dalam Al-Qur’an, yakni penyerangan Ka’bah oleh pasukan bergajah yang dipimpin Abrahah. Namun, atas kehendak Allah, pasukan tersebut dihancurkan oleh burung Ababil yang melemparkan batu dari neraka. Peristiwa ini tercatat dalam Surah Al-Fil sebagai simbol kemenangan tauhid atas kesombongan manusia.

Riwayat menyebutkan bahwa saat Aminah melahirkan, ia merasakan cahaya yang sangat terang, hingga ia dapat melihat istana-istana di negeri Syam. Para ulama menafsirkan hal ini sebagai pertanda bahwa kelahiran Nabi adalah awal dari cahaya petunjuk yang menerangi zaman jahiliah.

Beliau diberi nama Muhammad, yang berarti “yang terpuji”. Nama ini nyaris tidak dikenal di kalangan Arab pada masa itu. Pemilihan nama ini menjadi isyarat bahwa beliau akan menjadi sosok agung yang dipuji di bumi dan langit, sesuai sabda Nabi, “Namaku di bumi adalah Muhammad, dan di langit adalah Ahmad.”

Kisah kelahiran Nabi Muhammad SAW bukan hanya layak dikenang, tetapi juga perlu dihidupkan kembali dalam bentuk cinta nyata: memperbanyak shalawat, memperdalam pemahaman terhadap akhlaknya, serta meneladani perjuangannya dalam membawa keadilan, kejujuran, dan kasih sayang kepada umat manusia.

Sebagaimana firman Allah dalam Surah Ali Imran ayat 31: “Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Di tengah perayaan Maulid Nabi tahun ini, semoga umat Islam tidak hanya merayakan secara seremonial, tetapi juga menjadikan kelahiran Rasulullah SAW sebagai momentum memperbaharui iman dan komitmen meneladani akhlak Rasul dalam kehidupan sehari-hari. (*)

Wallahu`alam

KEYWORD :

Maulid Nabi Muhammad Kisah Kelahiran Nabi Muhammad Peringatan maulid Nabi Muhammad




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :