Sabtu, 06/09/2025 03:50 WIB

Mengenal Ragam Tradisi Maulid Nabi Muhammad di Indonesia, dari Sekaten hingga Baayun

Maulid Nabi Muhammad SAW, yang diperingati setiap 12 Rabiulawal dalam kalender Hijriah, bukan hanya menjadi momen spiritual bagi umat Islam di Indonesia, tapi juga peristiwa budaya yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat.

Tradisi Maulid Nabi Muhammad (Foto:Istimewa/JURNAS)

Jakarta, Jurnas.com - Maulid Nabi Muhammad SAW, yang diperingati setiap 12 Rabiulawal dalam kalender Hijriah, bukan hanya menjadi momen spiritual bagi umat Islam di Indonesia, tapi juga peristiwa budaya yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat. Dari Sabang sampai Merauke, perayaan ini membentang dalam beragam bentuk—penuh warna, makna, dan kearifan lokal.

Bagi umat Islam, memperingati Maulid bukan sekadar mengenang hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ia menjadi ekspresi cinta kepada Rasulullah, sekaligus media untuk memperkuat identitas keagamaan dan sosial. Setiap daerah memiliki cara unik dalam merayakannya, mencerminkan kekayaan tradisi yang diwariskan turun-temurun.

Di Gorontalo, tradisi Walima menjadi ikon perayaan Maulid sejak era kerajaan Islam abad ke-17. Masyarakat menyiapkan aneka makanan khas seperti kolombengi dan pisangi, yang diletakkan di atas tolangga, lalu dibawa bersama-sama ke masjid sebagai wujud kebersamaan dan syukur.

Sementara di Cirebon, ritual Nyiram Gong Sekaten menjadi sorotan. Gamelan pusaka milik Keraton Kanoman dibersihkan dengan air kembang, air kelapa fermentasi, dan batu bata merah, disertai doa dan selawat. Ini bukan hanya prosesi simbolik, tapi juga penghormatan terhadap warisan budaya yang diyakini sarat berkah.

Di Banyuwangi, Maulid Nabi dimeriahkan dengan tradisi Endog-endogan. Telur dihias dan diarak keliling kampung sebagai lambang kehidupan dan keberkahan. Tak hanya indah dipandang, tradisi ini juga menjadi sarana edukatif untuk menanamkan cinta kepada Nabi sejak dini.

Dari Tanah Banjar, Kalimantan Selatan, muncul tradisi Baayun Maulid. Bayi-bayi diayun dalam prosesi religius yang dilengkapi piduduk, syair pujian, dan ceramah agama. Tradisi ini menyimbolkan harapan agar anak tumbuh dalam keberkahan dan akhlak Rasulullah SAW.

Tak kalah khas, di Aceh, masyarakat merayakan Khanduri Molod secara bertahap: Maulid Awal, Maulid Tengah, dan Maulid Akhir—yang bisa berlangsung hingga tiga bulan. Selain zikir dan ceramah agama, kenduri besar digelar di masjid maupun rumah-rumah warga, mengundang anak yatim dan kaum dhuafa.

Di sisi lain, spiritualitas Maulid juga hadir lewat amalan ibadah yang mendalam. Membaca selawat menjadi amalan utama, sebagaimana sabda Nabi, “Barang siapa berselawat kepadaku satu kali, maka Allah akan memberikan rahmat kepadanya sepuluh kali” (HR Muslim). Maka tak heran, gema selawat tak henti terdengar di setiap pelosok negeri saat Maulid tiba.

Majelis pengajian, tadabbur Al-Qur’an, dan kajian sirah Nabi juga menjadi rutinitas di banyak tempat. Di sinilah umat Islam menelusuri kembali jejak hidup Rasulullah—dari kelahiran, perjuangan, hingga akhlaknya yang agung—sebagai cermin untuk kehidupan modern.

Kegiatan sosial seperti berbagi makanan dan sedekah juga mewarnai Maulid. Tradisi berbagi ini bukan hanya memperkuat solidaritas umat, tetapi juga menjadi manifestasi nyata dari pesan kasih sayang Nabi Muhammad SAW kepada sesama.

Dalam konteks ini, peringatan Maulid Nabi tidak hanya mempertegas kecintaan kepada Rasulullah, tapi juga merawat harmoni antara agama dan budaya. Di tangan masyarakat Indonesia, tradisi Maulid berkembang sebagai ruang edukasi, spiritualitas, sekaligus pelestarian budaya luhur yang penuh nilai. (*)

KEYWORD :

Tradisi Maulid Nabi Muhammad Perayaan Maulid




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :