
Ilustrasi Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Setiap tanggal 12 Rabiul Awal, jutaan umat Islam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dengan berbagai bentuk penghormatan. Tradisi ini menjadi bagian penting dalam kehidupan keagamaan masyarakat Muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Peringatan ini bukan sekadar seremoni keagamaan, melainkan juga menjadi sarana untuk merefleksikan nilai-nilai kehidupan Rasulullah SAW. Melalui kegiatan seperti pembacaan salawat, pengajian, hingga sedekah, umat diajak meneladani sosok yang dianggap sebagai rahmat bagi semesta alam.
Meski demikian, sejarah Maulid Nabi tidak bisa dilepaskan dari perdebatan panjang di kalangan umat Islam. Sebab, tradisi ini tidak pernah dilakukan pada masa Rasulullah maupun para sahabatnya.
Kapan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 2025?
Dikutip dari berbagai sumber, sejarah mencatat bahwa peringatan Maulid mulai dikenal pada masa Dinasti Fatimiyah di Mesir pada abad ke-10 Masehi. Pada masa itu, Maulid dirayakan oleh kalangan Syiah Ismailiyah sebagai bagian dari perayaan keagamaan dinasti.
Namun, ada pula versi yang menyebut bahwa Maulid pertama kali digelar secara besar-besaran oleh Sultan Abu Said Muzhaffar Kukabri di Irbil, Irak. Ia dikenal sebagai pemimpin dari kalangan Ahlus Sunnah yang menyelenggarakan Maulid dengan mengundang ulama, ahli tasawuf, dan masyarakat umum.
Di samping itu, tokoh lain seperti Sultan Salahuddin Al-Ayyubi juga disebut-sebut menggunakan perayaan Maulid untuk membangkitkan semangat jihad saat Perang Salib. Dari sinilah, Maulid berkembang menjadi alat dakwah dan penguatan identitas keislaman.
Penyebaran tradisi Maulid kemudian meluas ke berbagai wilayah dunia Islam, termasuk Asia, Afrika, dan Eropa. Perayaan ini pun beradaptasi dengan budaya lokal dan tetap mempertahankan nilai-nilai keislaman.
Di Indonesia, tradisi Maulid mendapat tempat istimewa dalam sejarah dakwah Wali Songo. Para wali menyisipkan nilai-nilai Islam ke dalam budaya masyarakat Jawa, yang kala itu gemar berkumpul dan menggelar perayaan.
Melalui pendekatan budaya ini, Maulid dijadikan sarana untuk mengenalkan sosok Nabi Muhammad SAW sebagai teladan utama umat. Maka tidak heran jika tradisi seperti Grebeg Maulud masih dilestarikan di Keraton Yogyakarta dan Surakarta hingga hari ini.
Meski begitu, tak semua kalangan sepakat dengan perayaan ini. Beberapa ulama dari kalangan salafi menolak Maulid karena dianggap sebagai amalan yang tidak memiliki dasar dari Al-Qur’an dan sunnah.
Sebaliknya, ulama seperti Imam Jalaluddin al-Suyuti dan Ibn Hajar al-Asqalani menyebut perayaan Maulid sebagai bentuk kecintaan kepada Rasulullah. Selama pelaksanaannya tidak bertentangan dengan syariat, perayaan ini dinilai sebagai amalan yang baik.
Di Indonesia sendiri, tidak semua organisasi keislaman memiliki sikap yang sama terhadap Maulid. Muhammadiyah, misalnya, tidak mengharamkan maupun mewajibkan perayaan ini, selama tidak mengandung kemaksiatan.
Dikutip dari laman UMS, menurut akademisi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Dartim, Maulid lebih tepat dipahami sebagai urusan muamalah yang berkembang menjadi budaya. Ia menyebut tidak ada satu riwayat pasti yang menyebut kapan perayaan Maulid pertama kali dimulai.
Namun yang terpenting, menurutnya, adalah isi dan manfaat dari kegiatan tersebut. Selama perayaan diisi dengan pengajian, sedekah, dan pembelajaran tentang Nabi, maka itu dianggap sebagai kemaslahatan.
Peringatan Maulid sejatinya menjadi momen untuk merefleksikan kembali keteladanan Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai seperti kejujuran, kasih sayang, dan tanggung jawab sosial menjadi hal yang patut dihidupkan kembali.
Dartim menilai bahwa kejujuran adalah salah satu akhlak Nabi yang paling relevan di tengah krisis moral saat ini. Dengan menjadikan Rasulullah sebagai panutan, umat Islam diharapkan dapat meneladani sifat-sifat mulia beliau secara nyata.
Kecintaan kepada Nabi, menurutnya, bukan hanya soal perayaan, tetapi bagaimana menjadikan beliau sebagai pusat inspirasi hidup. Sebab meneladani Rasul adalah bagian dari cara umat bersyukur atas kelahirannya.
Maka dari itu, Maulid Nabi Muhammad SAW bukan sekadar ritual tahunan. Ia adalah jembatan spiritual yang menghubungkan umat dengan warisan moral kenabian yang tak lekang oleh zaman. (*)
Wallahu`alam
KEYWORD :Maulid Nabi Muhammad Sejarah maulid Peringatan maulid Nabi Muhammad