Kamis, 04/09/2025 19:36 WIB

Anggota DPR: Jangan Biarkan Mafia Pangan Permainkan Harga Beras

Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Aimah Nurul Anam menyoroti persoalan pelik stabilisasi harga pangan, khususnya beras, yang kian hari semakin mencekik leher rakyat.

Anggota Komisi VI DPR, Mufti Anam

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Aimah Nurul Anam menyoroti persoalan pelik stabilisasi harga pangan, khususnya beras, yang kian hari semakin mencekik leher rakyat. Baginya, fenomena ini mengungkapkan ironi, yang mana masyarakat kesulitan memperoleh beras dengan harga terjangkau di tengah status Indonesia sebagai negara agraris.

“Negara kita negara agraris, petani kita ada di mana-mana, tapi rakyat beli beras susah, mahal,” tegas Mufti dalam agenda Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan Budi Santoso di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Kamis (4/9).

Ia pun menyinggung adanya laporan media massa yang menyebutkan beras merek Topi Koki kini dijual Rp140 ribu per kemasan, sementara beras medium dan premium dengan harga pemerintah justru sulit ditemukan di pasaran. “Bahkan kami coba cek di toko modern, beras murah tidak ada, yang ada hanya beras mahal. Ini alarm bagi pemerintah,” tuturnya.

Menurut Mufti, keberadaan mafia pangan tidak lagi terselubung, melainkan sudah berani terang-terangan menentang kebijakan pemerintah. Ia menilai setiap langkah yang ditempuh Kementerian Perdagangan dan Satgas Pangan kerap direspons dengan kenaikan harga baru.

“Semakin ada kebijakan, semakin satgas turun ke lapangan, justru mereka melawan dengan membuat harga baru bahkan sampai Rp150 ribu. Ini kan jelas-jelas perlawanan terhadap negara,” ungkapnya.

Sebab itu, Mufti mendesak adanya langkah konkret dan tegas dari Kementerian Perdagangan serta aparat penegak hukum untuk membongkar jaringan mafia pangan. Tanpa sikap tersebut, menurutnya, tambahan anggaran Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2026 sebesar Rp1,9 triliun yang disiapkan untuk stabilisasi harga pangan hanya akan sia-sia.

Di sisi lain, ia menyoroti soal kebingungan koordinasi antar kementerian. Dalam pertemuan sebelumnya di DPR RI, Kementerian Perdagangan mengaku tidak memiliki kuasa penuh untuk mengendalikan harga. “Kalau semua saling cuci tangan, siapa sebenarnya yang bertanggung jawab soal harga? Di daerah kami, harga beras sudah tembus Rp16 ribu per kilogram. Ini situasi darurat,” tegas politisi PDI Perjuangan itu.

Melansir data Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Agustus 2025 menunjukkan, rata-rata harga beras medium nasional mencapai Rp14.700 per kilogram, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp12.500 per kilogram. Beberapa wilayah bahkan mencatat harga mendekati Rp16.000, seperti yang dikeluhkan Mufti.

Lonjakan harga beras ini turut menyumbang inflasi pangan yang pada Juli 2025 tercatat 5,21 persen secara tahunan. Kondisi tersebut juga semakin menambah tekanan terhadap daya beli masyarakat, terutama kelompok menengah ke bawah.

Mufti menekankan bahwa rakyat menunggu jawaban konkret, bukan sekadar pernyataan. “Ini bukan soal angka di atas kertas. Bagaimana pemerintah memastikan beras dengan harga terjangkau tersedia di pasar? Itu yang ditunggu rakyat,” katanya.

Tidak hanya itu saja, ia juga mendesak agar Satgas Pangan tidak hanya sekadar melakukan sidak, tetapi juga mampu menjerat pelaku mafia yang mempermainkan distribusi. “Kalau tidak ada ketegasan hukum, para mafia akan selalu mencari celah,” imbuhnya.

Di tengah kritik kerasnya, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu tetap memberi apresiasi pada langkah Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan harga gabah kering panen sebesar Rp6.500 per kilogram. Baginya, kebijakan ini membuat petani merasa diuntungkan.

“Petani senang dengan harga Rp6.500. Tapi di sisi lain, masyarakat tetap kesulitan mencari beras dengan harga wajar. Jadi ada anomali: petani senang, rakyat susah. Ini yang harus segera dijawab pemerintah,” tandas Mufti

KEYWORD :

Komisi IV DPR Mufti Aimah Nurul Anam Mafia Pangan Harga Beras




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :