
Ilustrasi guru sedang mengajar (Foto: Kemensos)
Jakarta, Jurnas.com - Dalam Islam, guru bukan hanya seorang pendidik, tapi penjaga ilmu, pemandu kebenaran, dan penerus peradaban. Perannya begitu strategis hingga derajatnya disejajarkan dengan pewaris para nabi dalam menjalankan tugas mulia: menyampaikan ilmu dan membentuk akhlak umat.
Penghormatan terhadap guru tidak lahir dari kebiasaan budaya semata, tapi bersumber langsung dari wahyu dan sunnah. Dalam surat Al-Mujadalah ayat 11, misalnya, Allah menegaskan pentingnya ilmu serta keutamaan orang berilmu:
"...Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadalah: 11)
Menurut Ibnu Mas’ud, ayat ini adalah bentuk pujian Allah kepada orang berilmu. Imam Al-Qurthubi menambahkan bahwa derajat manusia diangkat karena dua hal: keimanan dan ilmu.
Dikutip dari laman Nahdlatul Ulama dan UIN Suska, dua hal ini menjadi fondasi bagi kemuliaan guru. Karena guru adalah mereka yang membimbing manusia untuk beriman dan berilmu, sekaligus menyebarkan kebaikan secara terus menerus.
Rasulullah SAW pun menjelaskan keutamaan pengajar dalam sabdanya: “Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya, para penghuni langit dan bumi, sampai semut dalam lubangnya dan ikan di lautan, benar-benar mendoakan kebaikan bagi orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. At-Tirmidzi)
Hadis ini menunjukkan bahwa pengaruh penyebar ilmu, termasuk guru menjangkau langit dan bumi. Ia bukan hanya memberi manfaat pada manusia, tapi juga pada seluruh makhluk.
Lebih dari itu, Rasulullah SAW juga bersabda: “Sesungguhnya orang yang memahami ilmu agama dan mengajarkannya kepada manusia akan selalu dimohonkan ampunan dosa-dosanya oleh semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, termasuk ikan-ikan di lautan.” (HR. Abu Daud)
Bagi para ulama, profesi yang menyampaikan atau menyebarkan ilmu, termasuk guru adalah kedudukan paling tinggi setelah kenabian. Abdullah bin Mubarak berkata, “Aku tidak mengetahui setelah kenabian ada derajat yang lebih utama dari menyebarkan ilmu.”
Pandangan ini mengakar kuat dalam sejarah peradaban Islam. Banyak ulama besar yang memperjuangkan penyebaran ilmu meski harus mengorbankan harta dan waktu mereka.
Dalam kitab Siyar A’lam An-Nubala, disebutkan bahwa Abdullah bin Mubarak menggunakan hartanya untuk membantu para ulama dan penuntut ilmu. Ia ditegur karena dianggap menghamburkan kekayaan, tapi ia menjawab, “Kalau para ahli ilmu tidak dibantu, maka ilmu mereka akan hilang.”
Dari sini dapat dipahami bahwa memuliakan dan mensejahterakan guru bukan sekadar kebaikan tambahan, tetapi bagian dari tanggung jawab sosial dan moral umat. Islam memandang kesejahteraan guru sebagai upaya menjaga ilmu tetap hidup dan berkembang di tengah masyarakat.
Dalam pandangan fikih, memberikan hak yang layak kepada guru—terutama yang menjadikan pengajaran sebagai profesi—adalah kewajiban. Hal ini ditegaskan oleh hadis Rasulullah SAW: “Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah)
Bila guru bekerja secara profesional di lembaga formal, maka pemberi kerja seperti sekolah, yayasan, atau negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang mencukupi. Mengabaikan hal ini termasuk bentuk kezaliman struktural yang bisa berdampak pada rusaknya sistem pendidikan dan hilangnya generasi ilmu.
Sementara bagi individu dan masyarakat yang mampu, membantu guru melalui infak, wakaf, atau penghargaan lainnya sangat dianjurkan. Ulama menyebutnya sebagai bentuk sedekah terbaik karena memperkuat keberlangsungan ilmu yang bermanfaat bagi umat.
Guru dalam Islam juga memiliki kedudukan spiritual yang istimewa. Ilmu yang mereka ajarkan menjadi sedekah jariyah yang pahalanya terus mengalir bahkan setelah mereka wafat.
Sebagaimana disebutkan dalam hadis: "Jika manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya." (HR. At-Tirmidzi)
Kedudukan ini menjadi istimewa karena guru bukan sekadar menyampaikan pengetahuan, tapi menanamkan pemahaman yang membentuk cara berpikir dan bertindak. Mereka menjaga akidah, membimbing moral, dan menuntun umat dari kebodohan menuju petunjuk.
Al-Qur`an secara tegas membedakan kedudukan antara yang berilmu dan yang tidak. Dalam surat Az-Zumar ayat 9, Allah berfirman: "Katakanlah: `Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?`" (QS. Az-Zumar: 9)
Syaikh Abdurrahman As-Sa`di menjelaskan bahwa kemuliaan seorang guru tidak hanya diukur dari ilmunya, tapi dari keikhlasannya dalam mengajarkan. Allah akan mengangkat derajat mereka di dunia dan akhirat. (*)
Wallahu`alam
KEYWORD :Islam Guru Pendidik Kedudukan guru Keislaman Kesejahteraan guru