Rabu, 03/09/2025 13:43 WIB

KPK Sita 15 Mobil Anggota DPR Satori Terkait Korupsi CSR BI

Mobil disita lantaran berkaitan dengan kasus dugaan korupsi dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).

KPK menyita 15 mobil milik Anggota DPR Satori terkait korupsi dana CSR.

Jakarta, Jurnas.com - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 15 unit mobil milik anggota DPR RI Fraksi NasDem Satori yang disimpan di Cirebon.

Belasa mobil itu disita lantaran berkaitan dengan kasus dugaan korupsi terkait penyaluran dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tahun 2020-2023.

"Bahwa sejak hari kemarin dan hari ini, penyidik telah melakukan penyitaan terhadap 15 kendaraan roda empat berbagai jenis milik Sdr S (Satori). Penyitaan dilakukan di beberapa lokasi, sebagian dari showroom yang telah dipindahkan ke tempat lain," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Rabu, 3 September 2025.

Adapun mobil yang disita itu, di antaranya, tiga unit Toyota Fortuner, dua unit Mitsubishi Pajero, satu unit Toyota Camry, dua unit Honda Brio, tiga unit Toyota Innova, satu unit Toyota Yaris, satu unit Mitsubishi Xpander, satu unit Honda HRV, dan satu unit Toyota Alphard.

Budi memastikan KPK akan terus menelusuri aset-aset lajn yang diduga hasil dari dugaan tindak pidana korupsi dana CSR BI.

"Tentunya dibutuhkan dalam proses pembuktian maupun langkah awal untuk optimalisasi asset recovery," tambah Budi.

Untuk diketahui, Satori seharusnya diperiksa penyidik sebagai tersangka pada 1 September 2025 dan 2 September 2025. Namun, yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan penyidik.

Lembaga antirasuah itu hanya berhasil memeriksa anggota DPR Fraksi Gerindra Heri Gunawan pada 1 September kemarin.

KPK menetapkan Heri Gunawan dan Satori sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait penyaluran dana PSBI dan PJK OJK Tahun 2020-2023 pada Kamis, 7 Agustus 2025.

Perkara ini bermula dari Laporan Hasil Analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (LHA PPATK) serta dikuatkan dengan pengaduan masyarakat.

KPK menjelaskan Komisi XI memilik beberapa mitra kerja, yakni Bank Indonesia dan OJK. Khusus terhadap BI dan OJK, Komisi XI memiliki kewenangan tambahan. Yaitu mewakili DPR RI memberikan persetujuan terhadap rencana anggaran masing-masing lembaga tersebut setiap tahunnya.

KPK menyebut BI dan OJK memberikan dana program sosial kepada masing-masing anggota Komisi XI DPR RI dengan alokasi kuota yaitu dari BI sekitar 10 kegiatan per tahun dan OJK sekitar 18 sampai dengab 24 kegiatan per tahun.

Kesepakatan lainnya, dana program sosial diberikan kepada anggota Komisi XI DPR RI melalui Yayasan yang dikelola oleh anggota DPR Komisi XI.

Lalu, teknis pelaksanaan penyaluran dana bantuan sosial dibahas lebih lanjut oleh tenaga ahli dari masing-masing anggota DPR Komisi XI dan pelaksana dari BI dan OJK dalam rapat lanjutan.

Untuk menindaklanjuti pembahasan teknis tersebut, Heri Gunawan kemudian menugaskan tenaga ahli, sementara Satori menugaskan orang kepercayaannya, untuk membuat dan mengajukan proposal permohonan bantuan dana sosial kepada BI dan OJK.

Pengajuan proposal tersebut dikakukan melalui empat yayasan yang dikelola oleh Rumah Aspirasi Heri Gunawan dan delapan Yayasan yang dikelola oleh Rumah Aspirasi Satori.

Selain kepada BI dan OJK, Satori dan Heri Gunawan juga diduga mengajukan proposal permohonan bantuan dana sosial kepada mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya melalui yayasan-yayasan yang dikelolanya.

Pada periode 2021-2023, yayasan yang dikelola Heri Gunawan dan Satori telah menerima uang dari mitra kerja Komisi XI DPR RI, namun tidak melaksanakan kegiatan sosial sebagaimana dipersyaratkan dalam proposal.

Heri Gunawan diduga menerima total Rp15,86 miliar. Rinciannya sebanyak Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI; senilai Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta senilai Rp1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

Heri Gunawan juga diduga melakukan dugaan pencucian uang dengan memindahkan seluruh penerimaan melalui yayasan yang dikelolanya ke rekening pribadi melalui metode transfer.

Di mana Heri kemudian disebut meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai.

Heri Gunawan disinyalir menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, di antaranya untuk pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat.

Sementara Satori diduga menerima uang senilai Rp12,52 miliar. Rinciannya sejumlah Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI; senilai Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta sejumlah Rp1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lain.

Dari seluruh uang yang diterima, Satori diduga melakukan dugaan pencucian uang dengan menggunakannya untuk keperluan pribadi. Seperti deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya.

Satori juga diduga melakukan rekayasa transaksi perbankan dengan meminta salah satu bank daerah untuk menyamarkan Penempatan Deposito serta pencairannya agar tidak teridentifikasi di rekening koran.

Heri Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Keduanya juga dikenakan Pasal sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

KEYWORD :

KPK Korupsi Dana CSR Bank Indonesia OJK Otoritas Jasa Keuangan Satori




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :