Rabu, 03/09/2025 05:52 WIB

Pemerintah Diminta Beri Amnesti untuk Korban Politik Akibat Penerapan UU ITE

Jangan lagi ada orang dipenjara karena UU ITE. Filosofi UU ITE itu sebenarnya untuk mengamankan transaksi-transaksi keuangan dan kejahatan dokumen elektronik, bukan memenjarakan orang, apalagi kalau terkait politik.

Tokoh Politik yang mendapat amnesti dari Presiden RI Prabowo Subianto yaitu Y. Paonganan alias Ongen. (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Pemerintah diminta untuk dapat memberikan pengampunan atau amnesti bagi warga yang masih dipenjara akibat penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Termasuk, yang menjerat Silfester Matutina.

Permintaan tersebut diutarakan Tokoh Politik yang mendapat amnesti dari Presiden RI Prabowo Subianto yaitu Y. Paonganan alias Ongen di Jakarta, Selasa (2/9).

Bukan tanpa alasan, menurut dia, undang-undang tersebut tidak seharusnya digunakan untuk memenjarakan orang, terutama dalam kasus yang berkaitan dengan politik.

“Saya berharap Silfester juga diberi amnesti. Jangan lagi ada orang dipenjara karena UU ITE. Filosofi UU ITE itu sebenarnya untuk mengamankan transaksi-transaksi keuangan dan kejahatan dokumen elektronik, bukan memenjarakan orang, apalagi kalau terkait politik,” kata Ongen.

Dia katakan, UU ITE disahkan pertama kali pada 2008 dengan tujuan utama memberikan kepastian hukum, melindungi transaksi digital, dan menciptakan rasa aman bagi masyarakat pengguna teknologi informasi.

“Namun dalam praktiknya, pasal-pasal di dalam UU ini kerap dinilai multitafsir dan digunakan untuk menjerat kritik, sehingga memicu banyak kontroversi,” tegasnya.

Namun memang, regulasi ini telah direvisi pada 2016 dan 2024. Pemerintah menyatakan revisi tersebut bertujuan mempertegas delik aduan dan memperkuat perlindungan terhadap kebebasan berekspresi.

Meski begitu, kritik tetap menguat karena pasal pencemaran nama baik dinilai masih membuka peluang kriminalisasi.

Kembali ke Ongen. Kata dia, pemberian amnesti bagi Silfester dan korban lainnya menjadi langkah penting untuk mengembalikan UU ITE ke jalur yang benar.

Ia menilai amnesti tidak hanya bersifat humanis, tetapi juga menunjukkan bahwa pemerintah berpihak pada demokrasi dan perlindungan hak warga negara.

UU ITE harus dipulihkan ke esensi dasarnya: menciptakan lingkungan digital yang aman, adil, dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Bukan untuk memenjarakan orang hanya karena perbedaan pandangan,” tegasnya.

Seruan ini memperkuat tuntutan publik agar penerapan UU ITE dievaluasi secara menyeluruh. Harapannya, kasus seperti yang menimpa Silfester Matutina tidak lagi terjadi.

“Regulasi digital di Indonesia benar-benar hadir untuk melindungi masyarakat sekaligus mendorong perkembangan ekonomi berbasis teknologi,” demikian Ongen.

 

 

KEYWORD :

UU ITE korban politik Silfester Matutina Ongen amnesti




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :