Selasa, 02/09/2025 01:47 WIB

Mengenal George Soros, Sosok yang Kerap Dituding jadi Dalang Kerusuhan

Belakangan ini, nama George Soros kembali mencuat, dan disebut-sebut sebagai sosok yang berkaitan dengan dalang kerusuhan yang mewarnai beberapa kota di Indonesia akhir-akhir ini. Lantas, siapa sebenarnya George Soros? 

Miliarder George Soros dan putranya Alex Soros. (FOTO: INSTAGRAM)

Jakarta, Jurnas.com - Nama George Soros kerap muncul dalam perbincangan global, baik sebagai investor sukses maupun tokoh yang kontroversial. Kiprahnya di panggung internasional menjadikannya figur sentral dalam dinamika keuangan, politik, dan aktivisme sosial.

Belakangan ini, nama George Soros kembali mencuat, dan disebut-sebut sebagai sosok yang berkaitan dengan dalang kerusuhan yang mewarnai beberapa kota di Indonesia akhir-akhir ini. Keterkaitan taipan media ini dengan kerusuhan di Indonesia bukan hal baru dalam narasi yang sering muncul di beberapa negara, di mana ia sering dianggap sebagai aktor asing yang mengintervensi politik domestik.

Lantas, siapa sebenarnya George Soros? Lahir dengan nama György Schwartz di Budapest, Hungaria, pada 12 Agustus 1930, Soros tumbuh dalam bayang-bayang kekejaman Perang Dunia II. Latar belakang sebagai pengungsi Yahudi membentuk pandangan hidupnya tentang kebebasan dan perlindungan terhadap hak asasi.

Setelah selamat dari masa kelam Eropa, ia hijrah ke Inggris dan menempuh pendidikan di London School of Economics. Di sana, ia belajar filsafat di bawah bimbingan Karl Popper, pemikir yang gagasannya tentang masyarakat terbuka kelak menjadi fondasi ideologinya.

Soros memulai karier keuangan di bank-bank London sebelum pindah ke Amerika Serikat pada akhir 1950-an. Di New York, ia membangun reputasi sebagai investor tangguh dan mendirikan Quantum Fund pada 1970.

Namanya melejit pada 1992 saat ia menghasilkan lebih dari satu miliar dolar AS dari spekulasi terhadap pound sterling. Peristiwa yang dikenal sebagai Black Wednesday itu membuatnya dijuluki "The Man Who Broke the Bank of England."

Sejak saat itu, ia dikenal sebagai investor yang tak hanya cerdas, tapi juga berani mengambil risiko besar di pasar global. Namun reputasinya sebagai spekulan pasar hanyalah satu sisi dari tokoh yang kompleks ini.

Di luar bisnis, Soros menyalurkan sebagian besar kekayaannya untuk aktivitas filantropi. Ia mendirikan Open Society Foundations (OSF), jaringan lembaga sosial yang mendukung demokrasi, kebebasan pers, pendidikan, serta perlindungan kelompok minoritas di berbagai negara.

Dana yang telah ia sumbangkan melalui OSF tercatat melampaui 32 miliar dolar AS, menjadikannya salah satu filantrop terbesar dalam sejarah modern. Kegiatan sosialnya menjangkau lebih dari seratus negara dan sering kali menyasar wilayah dengan pemerintahan represif.

Namun peran aktif Soros dalam isu politik dan sosial membuatnya menjadi sasaran berbagai tudingan dan teori konspirasi. Kelompok populis dan sayap kanan kerap menuduhnya ikut campur dalam urusan domestik negara lain melalui pendanaan organisasi sipil.

Ketegangan itu memuncak pada 2018 ketika Soros menjadi target percobaan serangan bom melalui pos, sebuah insiden yang menunjukkan tingginya resistensi terhadap aktivitas politiknya. Meski demikian, ia tetap vokal menyuarakan nilai-nilai keterbukaan dan hak individu.

Pada tahun 2025, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menganugerahkan Soros Presidential Medal of Freedom atas kontribusinya terhadap demokrasi dan hak asasi manusia. Penghargaan tersebut menegaskan pengaruhnya yang melampaui batas dunia keuangan.

Kini di usia senja, Soros telah menyerahkan kendali OSF kepada putranya, Alexander Soros. Meski begitu, warisan pemikirannya masih terus hidup dalam gerakan sipil dan kebijakan publik di berbagai belahan dunia.

George Soros adalah tokoh yang tak mudah didefinisikan secara hitam-putih. Ia dipuji sebagai penyokong demokrasi, namun juga dikritik sebagai simbol kekuatan modal yang bisa memengaruhi sistem politik global. (*)

KEYWORD :

George Soros spekulan pasar global Dalang kerusuhan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :