
Stafsus KSP, Timothy Ivan Triyono. (Foto: Net)
Jakarta, Jurnas.com - Staf Khusus Kantor Staf Presiden (KSP), Timothy Ivan Triyono menanggapi berbagai pemberitaan media, termasuk Jurnas.com, yang mengaitkannya dengan kasus suap Hakim Agung.
Dalam klarifikasinya, Timothy membantah keras tuduhan yang menyudutkan dirinya dan menjelaskan posisi sebenarnya dalam kasus yang terjadi pada tahun 2022 tersebut.
Timothy menjelaskan bahwa ia memang pernah diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi, bukan tersangka atau terdakwa.
"Selama kurang lebih 1,5 tahun berproses, sebagai warga negara yang baik dan taat hukum, saya selalu mengikuti seluruh rangkaian proses penegakan hukum dengan baik dan kooperatif sebagai saksi, bukan tersangka apalagi terdakwa atau terpidana," tegasnya dalam hak jawab yang dikirimkan kepada redaksi, Senin (1/9).
Ia menegaskan bahwa selama tujuh kali pemeriksaan di KPK dan proses persidangan di PN Jakarta Pusat, keterangannya hanya digali seputar kronologi perkenalannya dengan Dadan Tri Yudianto (DTY) serta pertemuan antara DTY dan Heryanto Tanaka (HT).
"Saya tidak pernah ditanya kapan terjadinya suap-menyuap atau di mana penyerahan uang suap itu dilakukan," tambahnya.
Timothy Ivan menekankan bahwa peristiwa dugaan suap-menyuap terjadi pada tahun 2022, jauh sebelum ia bergabung dengan KSP. Oleh karena itu, ia menyatakan bahwa peristiwa di masa lalu tersebut tidak ada kaitannya dengan jabatannya saat ini sebagai Staf Khusus KSP dan KSP secara kelembagaan.
"Dengan adanya proses penyidikan dan persidangan yang telah berjalan serta dengan adanya Putusan Pengadilan Nomor 92/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jkt.Pst., tidak ada satupun saksi maupun bukti yang menerangkan keterkaitan saya dengan proses suap-menyuap," jelas Timothy.
Hal ini membuktikan bahwa tidak ada bukti yang menghubungkannya dengan tindak pidana suap.
Mengenai pengembalian uang sebesar Rp 200 juta kepada KPK, Timothy menjelaskan bahwa hal tersebut adalah bentuk kooperatif dan penghormatan terhadap proses hukum.
"Awalnya saya juga sudah menolak uang itu dikembalikan karena merasa itu hak saya, akan tetapi KPK tetap meminta saya mengembalikan uang tersebut dalam rangka mendukung (kooperatif) proses penegakan hukum," katanya.
Ia membantah bahwa pengembalian uang tersebut merupakan bentuk pengakuan bersalah. Putusan pengadilan juga tidak menyebut bahwa uang Rp 200 juta yang ia terima adalah bagian dari uang suap.
"Hal ini dapat dilihat dalam pertimbangan hukum dari hakim yang mengadili bahwa Rp 11,2 M yang diduga sebagai suap itu murni dibagikan hanya untuk 2 orang saja yaitu terdakwa DTY dan terdakwa HH yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Mahkamah Agung," pungkas Timothy.
KEYWORD :
KPK suap Hakim Agung korupsi Timothy Ivan Stafsus KSP Istana