Senin, 01/09/2025 15:37 WIB

Penjarahan vs Rampasan Perang dalam Perspektif Islam, Apa Bedanya?

Penjarahan vs Rampasan Perang dalam Perspektif Islam, Apa Bedanya?

Warga menggeruduk dan menjarah rumah Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio di Jalan Karang Asem 1, Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan, Sabtu malam, 30 Agustus 2025. (ANTARA/M Riezko Bima Elko Prasetyo)

Jakarta, Jurnas.com - Aksi unjuk rasa besar yang terjadi belakangan ini nampaknya mulai kehilangan arah. Dari aspirasi, bergeser menjadi anarki. Penjarahan massal terhadap rumah-rumah tokoh publik—termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani, Ahmad Sahroni, Eko Patrio, hingga Uya Kuya—menjadi alarm keras tentang bagaimana `kemarahan sosial` bisa berubah menjadi `kezaliman sosial`.

Massa yang datang dengan semangat protes, kini tercatat juga membawa barang-barang milik pribadi yang bukan haknya. Tidak sedikit yang terekam melakukan perusakan dan pengambilan paksa barang dari rumah-rumah tersebut. Kejadian ini sontak memicu kekhawatiran luas, bukan hanya soal keamanan, tapi juga tentang nilai dan batas moral kita sebagai bangsa beragama.

Sementara itu, Islam merupakan agama kasih sayang yang mengecam keras tindakan tidak bermoral dan tidak berperikemanusiaan, termasuk menjarah harta orang lain saat mereka mengalami musibah. Dalam ajaran Islam, mengambil harta milik orang lain tanpa izin adalah perbuatan haram yang bertentangan dengan nilai keadilan.

Dikutip dari laman Nahdlatul Ulama, Rasulullah saw bersabda bahwa tidak halal mengambil harta seorang Muslim kecuali dengan kerelaan dirinya. Sabda ini menegaskan bahwa hak kepemilikan seseorang harus dihormati dan mengambil harta tanpa izin merupakan bentuk kezaliman yang dilarang.

Larangan ini diperkuat dengan firman Allah SWT dalam QS An-Nisa ayat 29 yang mengingatkan agar tidak memakan harta sesama dengan cara batil. Para ulama menjelaskan bahwa makna memakan harta dengan cara batil meliputi berbagai tindakan seperti perampasan, pencurian, penipuan, dan akad yang rusak.

Meski demikian, muncul pertanyaan terkait penjarahan terhadap orang yang menzalimi rakyat. Islam menegaskan bahwa kezaliman tidak boleh dibalas dengan kezaliman, sehingga mengambil harta seseorang tanpa izin tetap tidak dibenarkan meskipun orang tersebut bersalah.

Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan perlindungan terhadap harta warga sipil, bahkan kepada musuh sekalipun. Perlawanan terhadap ketidakadilan harus dilakukan secara adil, proporsional, dan melalui jalur hukum yang benar, bukan dengan penjarahan.

Sejalan dengan itu, Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh, menyerukan agar unjuk rasa tidak disertai dengan penjarahan dan anarkisme. Ia meminta barang-barang yang diambil secara tidak sah segera dikembalikan agar tidak menimbulkan masalah hukum.

Dikutip dari laman MUI, Prof Ni’am juga mengajak semua pihak untuk introspeksi dan menahan diri demi menjaga kedamaian. Dalam kondisi sosial dan politik yang penuh tantangan, pejabat dan masyarakat harus mengedepankan gaya hidup sederhana serta menolak perilaku mewah yang dapat memicu kecemburuan sosial.

Aspirasi masyarakat sebaiknya disampaikan dengan cara yang bijak dan bermartabat, tanpa merusak fasilitas umum atau mengambil harta orang lain secara tidak sah. Hal ini penting agar tujuan keadilan dan perdamaian bisa tercapai tanpa menimbulkan kerusakan sosial.

Sementara itu, perbedaan antara rampasan perang atau ghnimah dan penjarahan seringkali disalahpahami. Rampasan perang adalah harta yang diperoleh secara sah oleh pasukan yang menang dalam peperangan dengan aturan dan pembagian sesuai syariat Islam.

Rampasan ini hanya boleh diambil dari musuh yang kalah dalam pertempuran dan diatur agar tidak merusak warga sipil. Sebaliknya, penjarahan terjadi secara ilegal dalam situasi kacau, tanpa aturan jelas, dan biasanya merugikan warga sipil.

Penjarahan merupakan tindakan kriminal yang melanggar prinsip keadilan dan kemanusiaan menurut Islam. Nabi Muhammad ﷺ menegaskan bahwa harta warga sipil harus dilindungi dan melarang segala bentuk penjarahan liar, bahkan dalam masa perang.

Oleh karena itu, meski rampasan perang dapat diterima dalam konteks peperangan yang sah, penjarahan tanpa aturan merupakan pelanggaran. Islam mengajarkan bahwa melawan ketidakadilan harus dengan cara yang benar, bukan dengan menimbulkan kezaliman baru.

Dengan kata lain, perjuangan melawan kezaliman harus dijalankan secara adil dan bermartabat. Penjarahan justru memperburuk keadaan dan menciptakan ketidakadilan baru yang bertentangan dengan ajaran Islam dan hukum negara. (*)

Wallahu`alam

KEYWORD :

Penjarahan Demo Rampasan Perang Islam Hukum menjarah




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :