Rabu, 27/08/2025 16:54 WIB

Penetapan HET Beras Medium Secara Variatif Pintu Masuk Perbuatan Melawan Hukum

Beras adalah kebutuhan pokok rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Harusnya satu harga sebagaimana bahan bakar minyak (BBM).

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman

Jakarta, Jurnas.com - Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras kualitas medium secara variatif oleh pemerintah akan menjadi pintu masuk terjadinya praktek perbuatan melawan hukum di tengah masyarakat.

Hal itu sebagaimana diutarakan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (27/8).

“Beras adalah kebutuhan pokok rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Harusnya satu harga sebagaimana bahan bakar minyak (BBM),” tegasnya.

Pernyataan ini disampaikan Alex merespons Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Republik Indonesia No 299 Tahun 2025 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Beras.

Dalam beleid terbaru tentang HET beras medium ini, Bapanas menetapkan kenaikan harga beras medium di semua daerah secara variatif. Kenaikannya mulai dari Rp900 per Kg sampai Rp2.000 per Kg.

Standar Mutu Beras Medium:

Derajat sosoh minimal 95 persen

Kadar air maksimal 14 persen

Butir menir maksimal 2,0 persen

Butir patah maksimal 25 persen

Total butir beras lainnya maksimal 4 persen

Butir gabah maksimal 1 persen, dan

Benda lain maksimal 0,05 persen

HET beras medium terbaru ini, ditetapkan Bapanas merujuk pada 8 kluster daerah. Untuk kluster I terdiri dari Jawa, Lampung dan Sumatera Selatan, HET beras medium ditetapkan sebesar Rp13.500 per Kg.

Sedangkan kluster Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumbar, Riau, Kepri, Bengkulu, Jambi dan Bangka Belitung, HET beras mediumnya sebesar Rp14.000.

Untuk kluster Bali dan Nusa Tenggara Barat sebesar Rp13.500 per Kg. Sementara, kluster Nusa Tenggara Timur Rp14.000 per Kg.

Sementara, kluster Pulau Sulawesi Rp13.500 per Kg, kluster Pulau Kalimantan Rp14.000 per Kg, kluster Maluku Rp15.500 per Kg dan kluster Papua Rp15.500 per Kg.

Menurut Alex yang juga Ketua Panja Penyerapan Gabah dan Jagung Komisi IV DPR RI, pembagian HET merujuk kluster daerah ini, nantinya akan sangat merepotkan di tengah tak jelasnya lembaga yang akan mengawasi HET beras medium ini di pasar.

Sesuai SNI 6128:2020, ungkap Alex, pemerintah telah mengklasifikasi beras jadi beberapa kelas yaitu: Premium, Medium I, Medium II dan Medium III.

“Untuk BBM, pemerintah telah menetapkan kategori subsidi hanya jenis pertalite. Selayaknya, untuk beras ini juga begitu. Kita tunggu pemerintah menetapkan, standar mutu mana yang akan disubsidi,” ungkap Alex yang juga Ketua PDI Perjuangan Sumatera Barat.

Dengan begitu, satu harga beras di tanah air ini bisa diwujudkan sebagaimana telah berlaku di BBM jenis pertalite.

“Kita juga enak mengitung subsidinya. Penerima subsidi juga jadi jelas, karena akan merujuk data yang lebih valid, semisal DTKS yang diterbitkan Kemensos,” terang Alex.

“Dalam melayani kebutuhan rakyatnya, jika kemudian negara tekor, maka itu boleh saja terjadi. Yang tidak boleh merugi itu kan pihak swasta karena mereka memang tak bertujuan untuk melayani rakyat,” tutup Alex.

Sementara itu, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional, I Gusti Ketut Astawa mengatakan, salah satu alasan kenaikan HET beras medium ini, agar penggilingan padi tetap bisa memproduksi beras.

Saat ini, harga gabah dengan kualitas apapun di tingkat petani, ditetapkan pemerintah seharga Rp6.500 per Kg. Sementara, HET beras medium berada di angka Rp12.500 per Kg.

Mempertimbangkan biaya produksi dan biaya overhead lainnya, maka banyak penggilingan padi yang tidak berani berproduksi. Karena, tak mampu menjual sesuai HET.

Jika menjual lebih dari HET, mereka beresiko dikenai sanksi administrasi hingga dijerat pasal pidana. Sebagai catatan, kenaikan HET ini hanya untuk jenis medium. Untuk HET premium tidak dilakukan kenaikan harga.

 

 

 

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi IV Alex Indra Lukman PDIP HET beras medium Bapanas




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :