Sabtu, 23/08/2025 15:44 WIB

Azab Keluarga Koruptor, Harga Mahal dari Harta Haram

Korupsi tak henti menjadi luka lama yang terus menganga di tubuh bangsa. Meski penegakan hukum berjalan, dampak korupsi merembes ke ruang-ruang yang lebih dalam, hingga ke meja makan keluarga dan masa depan anak-anak pelakunya.

Ilustrasi koruptor (Foto: Generated by AI)

Jakarta, Jurnas.com - Korupsi tak henti menjadi luka lama yang terus menganga di tubuh bangsa. Meski penegakan hukum berjalan, dampak korupsi merembes ke ruang-ruang yang lebih dalam, hingga ke meja makan keluarga dan masa depan anak-anak pelakunya.

Ironisnya, Indonesia disebut sebagai negara paling religius di dunia. Data Pew Research Center menunjukkan bahwa 95 persen masyarakat Indonesia mengaku rutin berdoa, tertinggi dibanding negara mana pun.

Namun kontras muncul ketika melihat laporan Corruption Perception Index (CPI) 2024, di mana Indonesia menempati posisi ke-32 sebagai negara paling korup di dunia. Meski sedikit membaik dari peringkat 34 sebelumnya, posisi itu tetap mencerminkan kontradiksi antara kesalehan ritual dan perilaku moral.

Baru-baru ini, beberapa kasus korupsi di Indonesia kembali mencuat. Memperlihatkan bagaimana kekuasaan kerap disalahgunakan di balik simbol jabatan. Misalanya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer alias Noel, dalam dugaan pemerasan terhadap perusahaan-perusahaan pengurusan sertifikasi K3.

Tak hanya itu, sebelumnya, KPK juga menggeledah rumah mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, terkait kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji tahun 2023–2024. Dari penggeledahan itu, sejumlah dokumen penting dan barang bukti elektronik disita oleh penyidik. Dua kasus ini menunjukkan bahwa korupsi bukan lagi perilaku menyimpang, tapi sudah menjangkiti struktur kekuasaan dari atas hingga bawah.

Padahal tindakan korupsi tidak hanya mencoreng nama pelaku, tetapi juga menjerat keluarga dan anak-anak mereka dalam jeratan dosa. Dalam ajaran Islam, harta hasil korupsi tergolong sebagai harta haram yang bukan hanya merusak keberkahan hidup, tetapi juga mengundang azab bagi keluarga yang menikmatinya.

Rasulullah SAW bersabda dalam hadis riwayat Thabrani, “Setiap daging yang tumbuh dari makanan haram, maka neraka lebih utama baginya.”

Artinya, tubuh yang dibesarkan dengan makanan dari hasil korupsi sedang ditumbuhkan untuk dibakar di neraka. Ancaman ini bukan hanya simbolik, tapi menjadi peringatan keras bahwa dosa korupsi bisa menjalar ke anak dan istri tanpa mereka sadari.

Ulama pun mengingatkan bahwa keberkahan dalam rumah tangga sangat ditentukan oleh sumber nafkah yang masuk ke dalamnya. Anak-anak dari keluarga koruptor kerap mengalami kesulitan dalam hidup, termasuk dalam hal pendidikan, kesehatan, dan rezeki yang tampak selalu bocor tanpa sebab.

Doa pun bisa tertolak, sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Muslim. Rasulullah menggambarkan seseorang yang berdoa dengan penuh harap, namun makanannya haram, pakaiannya haram, dan tubuhnya dibesarkan dari yang haram—maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan?

Selain penderitaan di akhirat, kerusakan akibat harta korupsi juga terasa nyata di dunia. Anak-anak dari keluarga pelaku korupsi kerap menjadi korban stigma sosial, merasa malu, dan sulit membangun kembali citra diri mereka di tengah masyarakat.

Kemewahan yang dibangun dari uang haram sering kali tidak membawa ketenangan. Justru, ia menjadi sumber kegelisahan yang terus menghantui, karena harta itu tidak diridhai dan akan terus ditagih hisabnya.

Para ulama menekankan bahwa keluarga tidak boleh diam ketika mengetahui nafkah berasal dari jalan yang haram. Menikmati harta hasil korupsi sama dengan menoleransi kejahatan, dan dalam pandangan agama, itu merupakan dosa kolektif yang bisa menimpa seluruh keluarga. (*)

Wallohu`alam

KEYWORD :

Azab Koruptor Keluarga Harta Haram Kasus Korupsi Islam




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :