
Gambar bendera Indonesia, Merah Putih (Foto: Pexels/Teguh Setiawan)
Jakarta, Jurnas.com - Setiap 19 Agustus, Indonesia memperingati Hari Departemen Luar Negeri sebagai bentuk penghormatan terhadap lahirnya lembaga yang menjadi ujung tombak diplomasi bangsa. Peringatan ini tidak hanya memuat unsur historis, tetapi juga menegaskan pentingnya peran Indonesia di panggung dunia.
Dikutip dari berbagai sumber, peringatan ini merujuk pada pembentukan Departemen Luar Negeri yang terjadi hanya dua hari setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Pembentukan tersebut merupakan bagian dari langkah strategis awal untuk mengamankan pengakuan kedaulatan secara internasional.
Saat itu, Ahmad Soebardjo diangkat sebagai Menteri Luar Negeri pertama Republik Indonesia dalam kabinet pertama. Ia dihadapkan pada tugas besar, yaitu membuka jalur diplomasi dengan dunia internasional di tengah kondisi bangsa yang baru merdeka.
Sejak awal, diplomasi menjadi alat utama dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari tekanan kolonial yang belum sepenuhnya usai. Melalui diplomasi pula, Indonesia mulai mendapatkan pengakuan de facto dan de jure dari negara-negara lain.
Berbagai perundingan penting digelar, seperti Persetujuan Linggarjati yang menetapkan wilayah Indonesia meliputi Jawa dan Madura. Disusul Perjanjian Renville yang memperluas pengakuan atas wilayah Indonesia hingga ke Sumatra.
Puncaknya, Konferensi Meja Bundar pada 1949 berhasil mengantarkan Indonesia memperoleh pengakuan kedaulatan secara penuh dari Belanda. Momen ini menjadi bukti bahwa perjuangan tanpa senjata dapat mengukuhkan kedaulatan negara di mata internasional.
Seiring waktu, Departemen Luar Negeri terus memainkan peran penting dalam isu-isu strategis, termasuk diplomasi mengenai Irian Barat dan posisi Indonesia sebagai negara kepulauan. Indonesia juga aktif memperjuangkan kedaulatan atas wilayah Timor Timur di kancah global.
AMSI Terima Kembali Kompas Sebagai Anggota
Perubahan nama dari Departemen menjadi Kementerian Luar Negeri terjadi setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008. Meskipun istilah berubah, esensi dan tugas lembaga ini tetap konsisten dalam menjalankan urusan luar negeri negara.
Kementerian Luar Negeri juga berperan besar dalam membangun kerja sama kawasan melalui ASEAN, APEC, hingga menjadi Ketua Gerakan Non-Blok. Kiprah ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam memperkuat solidaritas dan kepentingan negara-negara berkembang.
Pada masa-masa kritis sejarah, diplomasi Indonesia menjadi kekuatan lunak yang mampu menyeimbangkan kepentingan nasional dan dinamika internasional. Termasuk saat memperjuangkan posisi hukum Indonesia dalam Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) dan saat memimpin G15.
Peringatan Hari Departemen Luar Negeri setiap 19 Agustus menjadi momentum untuk mengenang sejarah sekaligus mengevaluasi arah politik luar negeri ke depan. Sebab, diplomasi bukan sekadar urusan pejabat tinggi, melainkan bagian dari upaya kolektif menjaga kedaulatan.
Hari ini, masyarakat diajak mengenal lebih dekat peran para diplomat yang bekerja tanpa sorotan, tetapi berdampak besar bagi nama baik Indonesia. Karena di balik setiap kunjungan kenegaraan, resolusi PBB, atau perjanjian internasional, ada kerja panjang Kementerian Luar Negeri yang mengawal kepentingan nasional. (*)
KEYWORD :Hari Departemen Luar Negeri Indonesia 19 Agustus Sejarah Kementerian Luar Negeri