
Ilustrasi - lomba panjat pinang (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Panjat pinang selalu menjadi salah satu lomba paling ditunggu saat perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Perlombaan ini bukan hanya memicu gelak tawa penonton, tetapi juga menumbuhkan semangat persatuan di tengah masyarakat.
Meski sekarang identik dengan 17 Agustus, tradisi ini sesungguhnya telah hadir sejak era penjajahan Belanda. Sejarawan memperkirakan permainan panjat pinang mulai muncul di Hindia Belanda sekitar tahun 1920–1930-an. Pada masa itu, masyarakat Betawi menyebutnya dengan nama ceko.
Awalnya, panjat pinang diselenggarakan oleh orang Belanda sebagai hiburan dalam pesta besar, seperti perayaan hari penting kerajaan maupun pernikahan pejabat. Pesertanya adalah pribumi, yang dijadikan tontonan oleh kalangan elite kolonial ketika mereka kesulitan mencapai hadiah di puncak tiang.
Hadiah yang digantung di atas tiang pun bukan barang sembarangan. Bahan makanan dan kebutuhan rumah tangga yang dianggap mewah kala itu, seperti keju, gula, hingga pakaian kemeja, menjadi incaran para peserta.
Namun setelah Indonesia merdeka, panjat pinang justru berkembang menjadi hiburan rakyat. Lomba ini diterima luas karena sifatnya yang sederhana, murah, serta mampu melibatkan berbagai kalangan masyarakat.
Kini, panjat pinang bukan hanya sekadar perlombaan, melainkan simbol kebersamaan dan semangat perjuangan yang terus dilestarikan setiap 17 Agustus.
Berikut Ini Lima sejarah Lomba Panjat Pinang:
1. Simbol Perjuangan dan Pengorbanan
Peserta harus berjuang keras memanjat batang pinang yang licin. Ini melambangkan betapa beratnya perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan, yang membutuhkan tenaga, strategi, dan pengorbanan.
2. Kerja Sama dan Gotong Royong
Tidak ada peserta yang bisa menang sendirian. Peserta harus saling menopang, bahu-membahu, dan bekerja sama agar bisa mencapai puncak. Filosofi ini menggambarkan pentingnya gotong royong dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Kesabaran dan Ketekunan
Panjat pinang membutuhkan kesabaran, karena sering kali peserta jatuh sebelum sampai di atas. Filosofi ini mengajarkan bahwa kegigihan dan ketekunan adalah kunci untuk meraih tujuan, meski penuh rintangan.
4. Kesetaraan dan Kebersamaan
Semua peserta memiliki peluang yang sama, tanpa membedakan status sosial maupun latar belakang. Hal ini mencerminkan nilai kesetaraan yang menjadi semangat kemerdekaan Indonesia.
5. Harapan dan Cita-Cita Bangsa
Hadiah yang tergantung di atas puncak pinang menjadi simbol cita-cita yang ingin diraih. Sama seperti bangsa Indonesia, yang terus berjuang menggapai harapan dan cita-cita luhur kemerdekaan demi kesejahteraan rakyat.
KEYWORD :Panjat Pinang Lomba 17-an Sejarah Kolonial Belanda